Thursday, June 29, 2006

Diskusi via Email antara Koordinator JIL

Catatan : saya -copy paste-kan diskusi ini yang dipublikasikan oleh yang bernama "yusuf anshar", apa adanya. Mengikuti milis islam_liberal di awal kehadirannya, saya anggap cukup menarik. Saya beruntung "bahwa" bahwa di milis itu ada tokoh yang bernama HMNA, yang sangat membantu dalam melakukan komparasi antara permasalahan logika dan keberagamaan.
Diskusi Yusuf anshar dengan Ulil ini agak panjang, namun saya tidak berani memotongnya, mengingat esensi dan otensitasnya harus dihargai.

Ulil Abshar Abdalla) dengan Orang Awam
Date: Sun, 12 Dec 2004 18:59:35 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" (yusufanshar@yahoo.com)
Subject: ingin tahu
To: ulil99@yahoo.com

Salam sejahtera untuk Anda dan rekan2 semua. Saya ingin mengetahui lebih mendalam tentang pemikiran Islam Liberal. Sejujurnya, saya adalah orang yang awam, yang tidak pernah mengecam pendidikan formal yang tinggi, baik dalam ilmu agama maupun umum. Saya hanya lulus SMA, pernah sempat kuliah di PT dan D3 tapi semuanya putus di tengah jalan. Saya lebih senang belajar mandiri (autodidak) terutama lewat membaca buku-buku, baik buku umum, terutama buku agama (Islam). Oleh karena saya orang awam, saya mengharap uraian Anda tidak dengan bahasa yang sukar (njlimet). Sesuai dengan pesan Rasulullah saw: "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal mereka!" Saya rasa Anda menerima Hadits di atas, karena Hadits tsb agaknya tidak bertentangan dengan ilmu psikologi komunikasi modern. Dan setahu saya JIL menerima hal yg demikian. Mudah2an Anda bersedia membagi pengetahuan dengan saya yg awam ini dan terimakasih sebelumnya.

Wassalam,
Yusuf
Date: Mon, 13 Dec 2004 10:45:36 -0800 (PST)
From: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com
Subject: Re: ingin tahu
To: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com

Salam,
Silahkan mengunjungi situs JIL www.islamlib.com. Semua bahan-bahan yang anda butuhkan tentang JIL ada di sana.

Selamat membaca!

Ulil
Date: Tue, 14 Dec 2004 17:03:34 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Subject: tentang kalian
To: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com

Setelah saya membuka-buka dan menelaah beberapa link dalam situs islamlib (utamanya link "Tentang Kami"), saya akhirnya mengambil kesimpulan mengenai Islam Liberal sbb:

Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran terhadap Islam secara bebas dengan mengabaikan aqidah dan qaidah yang ada dalam Islam itu sendiri. Sistim pemikiran seperti ini jelas bathil dan sesat. Kenapa demikian? Begini logikanya:

a. Semua upaya penafsiran (pemikiran) sebebas apapun dia, tentu menggunakan metode, kaidah atau proses berpikir tertentu; kalau tidak demikian, itu bukan tafsir sebagai buah pikir melainkan lebih pantas disebut ngawur, nglantur atau nglindur. Kesimpulannya, tidak ada pemikiran yang bebas nilai, dia harus menggunakan kaidah berpikir tertentu agar diakui sebagai buah dari suatu proses berpikir.

b. Islam memiliki sejumlah nilai-nilai (aqidah dan qaidah) itu pasti (dan itu diakui oleh JIL sendiri), terlepas dari adanya sejumlah perbedaan pendapat terhadap beberapa materi dalam aqidah/qaidah tersebut. Nilai-nilai itulah yang harus digunakan agar buah pemikiran (penafsiran) kita terhadap Islam mendapat pengakuan sebagai bagian dari Islam. Sebagaimana halnya sebuah karya ilmiah dalam bidang ilmu tertentu, tidak akan mendapat pengakuan apa-apa bila tidak menggunakan metode ilmiah yang sesuai dengan bidang pembahasan karya tersebut, apakah itu fisika, sosiologi dan lainnya.

c. Nah, karena JIL tidak menggunakan aqidah dan qaidah Islam secara disiplin dan konsisten (kecuali yang sesuai dengan selera berpikirnya) dalam melakukan penafsiran bagaimana mungkin layak untuk diterima sebagai bagian dari Islam. Bahkan sudah sepantasnya kalau menurut Islam - sekali lagi menurut Islam - JIL adalah sesat dan keluar dari Islam; meskipun menurut pemikiran liberal sah-sah saja. Jadi, bertaubatlah!

"Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Dan peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri..." (QS 6:70)

"Orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mendebat ayat-ayat Kami." (QS 7:51)

Wassalam,
Yusuf
Date: Sun, 19 Dec 2004 22:40:10 -0800 (PST)
From: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com
Subject: Re: tentang kalian
To: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com

Salam,
Sebaiknya anda belajar dan membaca lebih banyak agar tidak mudah menganggap bathil suatu ide.

Islam tidak membutuhkan orang-orang yang picik-pikiran dan suka menyesatkan sesama Muslim.

Baca lagi dan baca lebih banyak lagi.

Ulil
Date: Mon, 20 Dec 2004 17:58:17 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Subject: picik
To: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com

Saya sangat setuju dengan anjuran anda utk banyak membaca (itu hobi saya). Tapi tolong jawab pertanyaan saya:

Apakah menerima semua pendapat atau tidak menolak satupun pendapat adalah syarat utk terhindar dari picik-pikiran?

Apakah tidak ingin dikatakan sesat bukan salah satu bentuk picik-pikiran?

Lebih jauh lagi (saya ingin tahu aqidah kaum liberal); apakah menurut anda tidak ada dikhotomi antara haq dan bathil, benar dan salah, lurus dan sesat?

Wassalam,
Yusuf
Date: Mon, 20 Dec 2004 19:26:11 -0800 (PST)
From: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com
Subject: Re: picik
To: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com

Salam,
Anda boleh menerima atau menolak pikiran atau ide. Tetapi tidak berhak menyesatkan suatu ide. Itu bukan cara yang baik untuk berdiskusi. Apalagi anda hanya membaca sekelumit pikiran, dan dengan gampang menuduh suatu pikiran yang sekelumit itu sebagai sesat. Ini adalah model Islam a la Hartono Ahmad Jaiz (anda kenal, pengarang buku "Paham Sesat dalam Islam" itu?). Paham Hartonoisme ini yang membuat situasi diskusi dalam Islam menjadi tidak kondusif, karena dengan mudah sesorang disesatkan, dikafirkan, disyirikkan, dst.

Akidah kaum Muslim liberal adalah bahwa setiap pemahaman kita atas Islam adalah relatif, karena tidak ada yang tahu kebenaran mutlak selain Allah dan rasul-Nya. Kita adalah manusia relatif yang mencoba untuk memahami kebenaran. Wahyu telah berhenti. Setiap orang bisa mengutip ayat atau hadis, tetapi pada akhirnya apa yang ia katakan adalah pendapatnya sendiri, belum tentu sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu, sesat-menyesatkan seperti yang anda lakukan adalah bertentangan dengan semangat dasar Islam sebagaimana dipahami oleh kaum liberal. Kamu mengikuti semangat yang dikembangkan oleh para mujtahid dahulu, "Ra'yuna shawabun yahtamilul khatha', wa ra'yu khashmina khtha'un yahtamilush shawab."

Anda boleh mengkritik paham Islib. Kami juga mengkritik pemahaman kelompok-kelompok Islam lain. Tetapi kami tidak setuju dengan sesat-menyesatkan, kafir-mengkafirkan. Sebab, kami menganggap bahwa jalan kebenaran menuju kebenaran adalah banyak. Bukan hanya satu. Islam satu, yes. Tetapi dipahami secara beda-beda. Tuhan satu, yes. Tetapi cara manusia mendekati dan memahami Tuhan berbeda-beda. Qur'an satu, yes. Tetapi tafsirnya beda-beda. Saya menolak anggapan bahwa satu jenis tafsir atau pemahaman adalah paling benar, dan yang lain dianggap sesat.

Islam liberal tidak pernah mendaku, sebagaimana kaum Islam fundamentalis, bahwa dirinya paling benar.

Kita semua adalah "salik", dalam istilah tasawwuf, pejalan-kaki yang sedang mencari kebenaran. sementara jalan menuju kepada kebenaran itu banyak ragamnya.

Terakhir, apakah ada dikotomi antara "haq" dan "bathil"? Jelas ada. Tetapi bagaimana kita mendefenisikan tentang dua istilah tersebut, itulah masalah dasarnya. Orang-orang dengan semangat Hartonoisme akan dengan mudah menuduh bahwa pendapat-pendapat yang berlawanan dengan dirinya adalah bathil. Inilah yang terjadi dalam Islam selama ini: semua kelompok menganggap dirinya yang paling haq, yang lain bathil. Orang Sunni menganggap orang Syiah bathil, begitu juga sebaliknya. Di dalam Sunni sendiri, masing-masing kelompok membathilkan kelompok yang lain. Bagi saya, Islam menjadi buruk citranya karena hal-hal semacam ini.

Islam liberal menghendaki bentuk pemahaman Islam yang lain, yakni pemahaman yang menempatkan semua perbedaan firqah, mazhab, isme, pandangan, ideologi, aliran dan lain-lainnya sebagai sebuah kekayaan Islam, dan tidak boleh disesatkan atau dikafirkan. Hanya dengan begitu Islam menjadi suatu peradaban yang kaya. Islam akan menyempit menjadi agama yang kerdil jika orang-orang yang berpandangan picik bahwa pemahamannya sendiri adalah paling benar (seperti anda?) marak di mana-mana, jika Hartonoisme berkecambah dan bertambah-tambah.

Semoga penjelasan ini mencukupi.

Ulil
Date: Tue, 21 Dec 2004 18:27:55 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Subject: baru awal
To: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com

Terima kasih, karena pemahaman saya ttg pemahaman kaum liberal semakin bertambah.

Namun penjelasan anda bukannya mencukupi justru baru merupakan awal dari diskusi kita yg mungkin akan memanjang dan melebar. Saya harap anda tetap bersabar meladeni.

Ungkapan2 yg anda kemukakan memang sepintas cukup indah dan menyejukkan, namun sesungguhnya sangat lemah dan menggelikan. Satu contoh saja: imbauan anda agar tidak ada yg disesatkan atau dikafirkan karena Tuhan satu tapi cara mendekati dan memahami Tuhan berbeda-beda; kita adalah pencari kebenaran dan jalan utk menuju kebenaran itu banyak ragamnya. OK!

Taruhlah, jalan menuju Tuhan dan Kebenaran itu beragam dan berbeda-beda, tapi apakah diantara sekian banyak jalan itu tidak ada yang sesat? Apakah aliran "seks bebas" dan "bunuh diri massal" dengan alasan ritual penyembahan kpd Tuhan, tidak bisa dikatakan sesat?

Bisa saja anda dengan kemampuan berolah-kata sedemikian rupa dapat mengelak penggunaan cap "sesat" terhadap aliran seperti itu; dengan mengatakan itu adalah bentuk "pencarian Tuhan yg belum selesai" atau "kebebasan berekspresi di hadapan Tuhan yg kebablasan" atau "puncak kegilaan manusia dalam ber-Tuhan" dan seabrek jungkir-balik dansa bahasa yg lainnya; namun saya kira kita dan ummat manusia sedunia tetap saja lebih mudah menerima penggunaan kata "sesat" thd mereka.

Nah, kalau kita (atau kebanyakan kita) bisa menerima cap "sesat" thd golongan2 "kebablasan" semacam itu, mengapa kita harus menolak penggunaan kata "sesat" thd sejumlah golongan2 tertentu meski dg kadar dan tingkat kesesatan yg berbeda-beda? Spt ungkapan Tuhan dlm al-Quran ttg "kecondongan yg sedikit" dengan kalimat "... laqad kidta tarkanu ilaihim syaian qalilan" [QS 17:74] dan "kesesatan yg jauh" dengan kalimat "... faqad dhalla dhalalan ba'idan" [QS 4:116].

Itu hanya satu contoh komentar saya thd uraian anda. Komentar2 yg lainnya saya simpan dulu agar diskusi kita tidak terlalu memanjang dan melebar.

Di atas saya katakan ini baru awal dari diskusi kita karena saya melihat titik pangkal pembicaraan yg mudah2an bisa mengurai benang atau jaring kusut dari pemikiran "Jaringan Ummat Liberal" (usul saya JIL berganti nama dulu menjadi JUL). Titik awal diskusi kita adalah ucapan anda: ".... apakah ada dikotomi antara haq dan bathil? Jelas ada. Tetapi bagaimana kita mendefenisikan tentang dua istilah tersebut, itulah masalah dasarnya." Yah, itulah masalah dasarnya. Kalau begitu, apa defenisi kaum liberal sendiri ttg al-haq dan al-bathil?

Wassalam,
Yusuf
Date: Tue, 21 Dec 2004 19:39:49 -0800 (PST)
From: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com
Subject: Re: baru awal
To: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Salam,
Setahu saya, yang suka bermain silat lidah, dan bermain dengan retorika bahasa yang seolah-olah meyakinkan adalah kaum fundamentalis. Ayat dan hadis kerap dihambur-hamburkan. Satu dua kalimat langsung penuh sesak dengan kutipan-kutipan dari Kitab Suci. Seolah-olah suatu pembicaraan yang penuh dengan ayat suci akan benar dengan sendirinya.

Saya belajar di pesantren. Pengalaman yang saya perolah dari pesantren adalah: kiai-kiai saya jarang mengutip ayat dan hadis, karena mereka khawatir keliru menafsirkan. Paling jauh mereka mengutip pendapat ulama atau kiai yang lain. Kalau pun keliru, tak apa-apa, toh mereka manusia. Itulah pengalaman yang membekas pada diri saya hingga sekarang. Dan itulah yang membuat saya agak "muak" melihat kaum fundamentalis di kampus-kampus yang setiap bicara selalu memercikkan ayat dan hadis di mana-mana.

Ayat dan hadis bisa mengalami inflasi jika diobral dengan cara demikian.

Kembali ke pokok soal yang anda (saya tak mau pakai kata "antum" a la kaum fundamentalis di Jakarta) persoalkan. Soal kebebasan menafsir.

Kebebasan menafsir sudah menjadi kenyataan dan fakta dalam sejarah pemikiran Islam. Itu terjadi dari sejak zaman sahabat dan makin berkembang pada generasi-generasi ulama yang datang belakangan. Ribuan tafsir dari pelbagai sudut pendekatan ditulis oleh ulama. Ada tafsir yang liberal atau yang literal. Ada tafsir dengan pendekatan sufi yang sangat "bebas" dan ada tafsir "bil ma'tsur" a la "al-Durr al-Mantsur" yang sangat taat dengan pemahaman harfiah.

Ribuan tafsir itu tak mungkin ditulis jika tak ada kebebasan berpendapat dan berpikir dalam Islam.

Yang saya kaget, umat Islam sekarang, yang umumnya tak belajar tradisi pemikiran Islam yang kaya, tiba-tiba membenci kebebasan berpikir. Ada-ada saja alasannya. Salah satu alasannya: kebebasan berpikir itulah yang menyebabkan Iblis terjatuh dan sesat. Sebab Iblis memakai pikirannya sendiri dan menolak perintah Tuhan. Ketauhilah saudaraku, argumen ini sudah pernah dipakai oleh para ulama dahulu yang menentang penggunaan qiyas atau silogisme, tetapi toh ulama lain tak terpengaruh dengan pendapat ini, dan tetap menganggap qiyas sebagai salah satu asas penting dalam istinbath hukum.

Alasan lain yang paling populer, dan tampaknya di sinilah anda (sekali lagi bukan "antum") terjatuh, adalah bahwa jika kebebasan berpikir dibiarkan, maka orang akan cenderung kebablasan. Apakah demi kebebasan berpikir "seks bebas" dihalalkan? Apakah demi kebebasan, cara-cara ibadah dengan bunuh diri massal diperbolehkan? Kalau semua pendekatan kepaa Tuhan adalah sah, apakah cara "gila" yang ditempuh oleh sekte seperti "Ranting Daud" itu absah?

Dan seterusnya.

Saya sungguh heran dengan tanggapan semacam ini. Orang-orang yang berjuang untuk tagaknya kebebasan pikiran, baik di Barat atau di Timur, tidak pernah berpikir bahwa hal itu untuk menghalalkan "seks bebas". Yang patut dicurigai adalah, kenapa soal seks begitu mengganggu pikiran umat Islam. Apakah mereka begitu "ngeres" pikirannya, sehingga dipenuhi dengan seks melulu?

Kenapa hal yang pertama terlintas di pikiran anda begitu mendengar soal "kebebasan berpikir" adalah soal seks? Apakah anda mempunyai masalah dalam hal ini (maaf)?

Semua agama, bukan hanya Islam, mengharamkan zina. Semua agama mengharamkan pembunuhan, pencurian, berbohong, menipu, bersikap tak hormat pada orang tua, dst. Apa yang dalam tradisi Yahudi disebut sebagai "Sepuluh Perjanjian" (Ten Commandement) adalah merupakan ajaran-ajaran yang universal, bukan saja dalam agama Yahudi tetapi juga Islam dan agama-agama lain. Praktek-praktek penyembahan agama yang melanggar prinsip itu, akan dengan sendirinya ditolak oleh agama-agama besar.

Di negeri-negeri yang menjunjung tinggi pemikiran yang bebas, pencurian dan pembunuhan tidak dengan sendirinya halal demi kebebasan berpikir.

Di sinilah saya percaya, bahwa akal manusia dan wahyu Tuhan sebetulnya bertemu dalam satu titik. Inilah yang dikatakan oleh Ibn Taymiyah sebagai "Muwafaqat Sharihil Ma'qul li Shahihil Manqul".

Bagaimana jika wahyu dan akal bertentangan?

Saya mengikuti pendapat Ibn Rushd, seorang filosof dan ahli fikih dari abad 13 M, dalam "Fashl al Maqal Fi Ma Baina al Hikmati was Syariati min al Ittishal". Menurut dia, jika ada pertentangan antara keduanya, maka wahyu harus ditakwil. Tetapi, hal ini harus dilihat dengan cermat. Tidak semua pendapat akal manusia dengan sendirinya sah. Hanya pendapat yang dalam istilah Ibn Taymiyah disebut "sharih", pendapat yang dilandasi dengan argumen yang kokoh, dan bukan sekedar memperturutkan hawa nafsu belaka, yang dapat dipertimbangkan.

Apa pendapat yang "sharih" itu? Ibn Rushd sendiri tidak menetapkan suatu ancar-ancar. Bagi saya, ancar-ancar itu tidak ketat, kaku, sebab pada akhirnya yang menentukan sebuah pendapat masuk akal dan tidak adalah kalangan cerdik pandai sendiri. Ibn Rushd sendiri sudah mengatakan dalam "Bidayat al Mujtahid" bahwa "al nushush mutanahiyah wa al waqai' ghairu mutanahiyah", teks-teks agama dan wahyu terbatas jumlahnya, sementara situasi sosial terus berubah. Bagaimana mungkin, kata Ibn Rusdh, sesuatu yang terbatas akan mengatasi yang tak terbatas. Di situlah akal manusia dan kebebasan berpikir diperlukan.

Tentang masalah "haq" dan "bathil", jelas hal itu ada. Yang menjadi soal adalah orang-orang yang sejenis dengan anda yang mudah "membathilkan" pandangan orang-orang yang berbeda. Anda menyebut JIL bathil? Atas dasar apa? Atas dasar kutipan ayat dan hadis yang berhamburan dengan seenaknya itu? Apakah kalau sudah mengutip ayat lalu selesai? Bukankah ayat bisa ditafsirkan macam-macam.

Ambil contoh ayat berikut ini. Ada ayat yang berbunyi, "La tudrikuhul abshar wa huwa yudrikul abshar wa huwal lathiful khabir". Ayat itu, kira-kira, isinya adalah bahwa Tuhan itu begitu lembut sehingga tak bisa dilihat oleh mata. Oleh karena itu, manusia tak akan bisa melihat Tuhan, meskipun di sorga. Atas dasar ayat inilah kaum Mu'tazilah menolak kemungkinan manusia melihat Tuhan di sorga.

Tetapi ada ayat lain, "Wujuhun yauma-idzin nadhirah, ila rabbiha nadlirah". Ayat itu kira-kira isinya adalah bahwa orang-orang yang beriman, di sorga nanti, akan melihat Tuhan. Atas dasar inilah kaum Asyariyyah berpendapat bahwa manusia mungkin melihat Tuhan di sorga.

Bagaimana anda mendamaikan antara kedua ayat itu. Kaum Mu'tazilah pakai ayat. Kaum Asyariyah pakai ayat. Mana yang benar.

Intinya, belum tentu kalau anda memakai ayat dan hadis dengan sendirinya anda sudah bisa menyudahi diskusi dan menuduh yang lain salah, sesat, bathil, murtad, kafir, dst.

Saya mengakui adanya yang "haq" dan yang "bathil". Tetapi saya, sebagai manusia, mempunyai pengetahuan yang terbatas, dan saya tak layak dengan begitu mudah menyalahkan dan membathilkan pendapat lain. Yang saya lakukan hanyalah mengkritik, tetapi saya tidak akan pernah sampai pada kesimpulan bahwa pendapat lawan saya bathil, kecuali jika pendapat itu jelas-jelas melawan akal sehat. Kalau ada orang berpendapat bahwa membunuh adalah halal, jelas itu batal, dari sudut pandang apapun. Tetapi saya tidak akan mengatakan bahwa cara beribadah orang Kristen dan Hindu adalah batal.

Dalam menghukumi sesutau "bathal" atau "haq", kita harus memakai dua instrumen: wahyu dan akal. Tidak bisa hanya dengan wahyu. Oleh karena itu, saya keberatan sekali dengan tindakan ceroboh para kaum fundamentalis yang mengobral ayat dan hadis, tetapi mengabaikan penalaran akal sehat.

Ala kulli hal, apa yang saya tulis ini belum tentu benar. Sebab hanya Allah lah yang tahu mana yang benar mana yang salah. Kita hanya berusaha untuk benar.

Ulil
Date: Wed, 22 Dec 2004 17:47:45 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Subject: akal-sehat
To: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com

Membaca email anda yg lalu, kesan yg saya tangkap adalah uraian anda lebih banyak merupakan curahan perasaan dan emosi yg campur-aduk (kesal-muak-sinis-kaget-bingung jadi satu). Saya mengerti perasaan anda dan saya turut prihatin dg kekesalan dan kebingungan anda. Namun upaya saya utk sedikit menjernihkan dan menenangkan arus pemikiran kita agak terhambat dg curahan pemikiran (dan emosi) anda yg cukup deras. Barangkali memang begitu cara berpikir dan model diskusi anda dan komunitas anda di utan kayu. Hanya saja saya tak ingin ber-su'u zhann dengan mengatakan bahwa itu salah satu cara anda mengacaukan konsentrasi orang yg ingin berpikir lurus-lurus saja.

Tapi tak apalah, mari kita kembali mengurai benang kusut ketimbang berlarut-larut dlm emosi dan ratapan thd ummat Islam yg memang (saat ini) sedang centang-prenang. Benang-merah uraian kita masih seputar "kebebasan berpikir" dlm kaitannya dg haq & bathil, benar & salah, lurus & sesat.

Ada sedikit kemajuan, karena sepertinya anda sudah mengakui adanya jalan beragama yg sesat dan bathil dg pernyataan anda: ".... praktek-praktek penyembahan agama yang melanggar prinsip itu, akan dengan sendirinya ditolak oleh agama-agama besar". Meskipun anda belum berani (atau masih malu) menggunakan kata "sesat" di situ, tapi maksudnya kurang lebih sama; karena jika semua agama-agama besar adalah "jalan yg benar" (menurut anda) berarti apa yg "ditolak" oleh mereka adalah "jalan yg salah". Salah jalan = sesat. Alaisa kadzalik?

Nah, satu jalinan benang kusut telah berhasil kita tarik simpulnya yaitu memang ada jalan yg benar dan ada jalan yang sesat atau "salah jalan" (bila anda tidak tega menggunakan kata "sesat"). Sayangnya, kriteria benar dan sesatnya suatu jalan beragama anda serahkan begitu saja (tanpa jelas dalil dan argumennya) pada dua hal yaitu "akal-sehat" dan "nilai-nilai universal" yaitu nilai-nilai yg terdapat dlm semua agama. Di sini pemikiran kita saling kusut lagi. Mari kita coba uraikan jalinan benang kusut ini dengan menarik suatu titik-temu yg kita sepakati bersama.

Dalam beberapa bagian tulisan anda dalam email-email yg terdahulu anda telah memberikan suatu kesimpulan yg sangat berharga ttg "aqidah" kaum liberal yaitu bahwa "produk akal adalah relatif sedang kebenaran mutlak bersumber dari Tuhan". Kalau memang demikian pengakuan dan keyakinan anda, bagaimana kalau kita katakan saja (karena di titik ini pikiran kita sepakat) bahwa:

"Tidak ada ukuran dan kriteria yg terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu jalan beragama selain ukuran dan kriteria yg ditetapkan oleh Tuhan."

Anda setuju dengan pernyataan di atas?

Wassalam,
Yusuf
Date: Thu, 23 Dec 2004 09:26:54 -0800 (PST)
From: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com
Subject: Re: akal-sehat
To: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com

Salam,
Dari mana anda menyimpulkan sejak awal bahwa dalam perspektif Islam liberal tidak ada yang "salah" dan "benar"? Tidak ada "haq" dan "batil"?

Sudah tentu hal itu ada. Yang membedakan anda dengan kaum Muslim liberal seperti saya adalah batasan mengenai dua istilah itu.

Aqidah kami adalah: Islam bukan satu-satunya agama yang benar, dan bukan pula paling benar. Maksud saya "Islam" sebagai nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Kami memandang bahwa kebenaran tersebar dalam semua agama. Oleh karena itu, kami tidak akan memandang agama lain sebagai bathil.

Ada standar universal tentang kebathilan. Hal itu tampak dalam hal-hal yang baik secara wahyu atau akal sehat dianggap batal, seperti tindakan kejahatan yang terkandung dalam "Sepuluh Perjanjian" (Ten Commandement).

Belum tentu hal-hal yang berlawanan dengan ketentuan yang secara harafiah tertera dalam Quran adalah batil. Misalnya, hukuman penjara bagi pencurian yang menurut fiqh sudah memenuhi syarat untuk dikenai hukum potong tangan.

Kenapa demikian? Sebab, dalam kerangka bepikir kami, tidak semua hal yang secara harafiah tercantum dalam Qur'an mesti kita ikuti secara harafiah pula. Kenapa demikian, kita diskusi di lain kesempatan (kalau saya ada waktu).

Sekarang saya akan menanggapi pernyataan anda di bawah ini:

"Tidak ada ukuran dan kriteria yg terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu jalan beragama selain ukuran dan kriteria yg ditetapkan oleh Tuhan."

Apa yang anda maksudkan dengan "jalan agama"? Apakah jalan itu menyangkut ibadah, mu'amalah, akhlaq, adab, atau apa? Sebab agama memiliki dimensi yang kompleks. Di level mana anda mau berbicara?

Apa yang anda maksudkan dengan "kriteria yang ditetapkan oleh Tuhan"? Bisakah anda menggunakan istilah yang jauh lebih standar dalam keilmuan Islam? Sebab istilah "kriteria Tuhan" sama sekali tidak jelas.

Saya tak akan menjawab pertanyaan anda ini kalau anda tidak menjelaskan masalah itu dulu.

Ulil
Date: Thu, 23 Dec 2004 19:42:39 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Subject: kriteria agama
To: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com

Saya cukup surprise mendengar pernyataan anda bahwa agama memiliki dimensi yang sangat kompleks. Tadinya saya menganggap kaum liberal mempersempit makna agama pada tataran moral saja. Syukurlah kalau begitu! Bila anda meminta saya memperjelas di level mana kata "agama" yang saya maksud dalam kalimat:

"Tidak ada ukuran dan kriteria yg terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu jalan beragama selain ukuran dan kriteria yg ditetapkan oleh Tuhan."

Maka saya katakan bahwa sebenarnya yg saya maksud adalah "agama" dlm arti yg seluas-luasnya (di semua lini kehidupan). Tapi agar diskusi kita tidak terlalu melebar sehingga bertele-tele (apalagi anda sedang sibuk, mungkin ikut seminar natal dsb) maka dalam diskusi kali ini saya membatasi pada level "aqidah" atau "kepercayaan" saja dulu.

Adapun yg saya maksud dengan "kriteria yang ditetapkan oleh Tuhan" tidaklah terlalu muluk-muluk, anda tidak usah bingung. Persis seperti pengertian kriteria yg terdapat dalam kamus-kamus (kriteria = standar, ukuran, patokan, norma). Dalam kaitannya dengan Tuhan dan Agama berarti kepercayaan dan amalan apa saja dalam beragama yg harus dimiliki oleh seseorang untuk mendapatkan ridha Tuhan. Kalau anda meminta istilah yg lebih islami (ehm...) ya Rukun Iman dan Rukun Islam itu. Tapi saya kira seorang liberalis sejati macam anda lebih senang menggunakan istilah yg universal.

Nah, kalau kedua pengertian di atas kita gabung maka pernyataan tadi bisa diperjelas sebagai berikut:

"Tidak ada standar, ukuran, patokan dan norma yang terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu kepercayaan (aqidah) dalam agama selain standar, ukuran, patokan dan norma yang ditetapkan oleh Tuhan."

Sekali lagi: apakah anda setuju dengan pernyataan di atas? Kalau anda memang sedang super sibuk, cukup dijawab dengan dua huruf "YA" atau "NO".

Wassalam,
Yusuf
Date: Fri, 24 Dec 2004 06:23:30 -0800 (PST)
From: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com
Subject: Re: kriteria agama
To: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com

Salam,
Jelaskan dulu, apa yang anda maksud dengan kriteria Tuhan dalam masalah akidah.

Urusan akidah dalam Islam tidak sesimpel yang anda bayangkan. Pertengkaran pendapat luar biasa hebatnya. Banyak sekte timbul di sana. Masing-masing mendaku sebagai paling benar, paling sesuai dengan kriteria Tuhan.

Apa yang anda maksud dengan kriteria Tuhan dalam akidah? Apa saja isinya?

Ulil
Date: Sun, 26 Dec 2004 18:37:04 -0800 (PST)
From: "yusuf anshar" yusufanshar@yahoo.com
Subject: kesimpulan dan saran
To: "Ulil Abshar-Abdalla" ulil99@yahoo.com

Meskipun anda tidak menjawab dengan "ya" atau "no" tapi dari tema baru yg anda angkat dapat disimpulkan bahwa anda setuju dan memang tidak bisa tidak, anda mesti setuju dg pernyataan tsb. Karena pernyataan tsb adalah konsekuensi logis dari prinsip kaum liberal sendiri bahwa: "produk akal adalah relatif sedang kebenaran mutlak bersumber dari Tuhan". Saya bertanya "setuju atau tidak" hanyalah utk mengingatkan dan menegaskan kembali aqidah dan aksioma tsb. Karena siapapun yg ditanya - asalkan dia tidak atheis - tentang siapa yg paling tahu (segala hal, apalagi ttg agama) apakah Tuhan atau manusia; pasti akan menjawab "Tuhan" tanpa perlu berpikir panjang lagi; meskipun diantara mereka sendiri masih sibuk berdebat ttg "Tuhan". Yah, di situlah anehnya manusia dan di situlah hebatnya Tuhan yg menciptakan manusia.

Di bawah ini saya urutkan dulu kemajuan dan kesimpulan yg telah kita capai dari diskusi ini:
1. Adanya jalan yg haq, benar, lurus dalam beragama dan adanya jalan yg bathil, salah, sesat dalam beragama.
2. Tidak ada yang paling tahu ttg jalan yg haq, benar, lurus dalam beragama serta jalan yg bathil, salah, sesat dalam beragama selain Tuhan.

Bagaimana cara manusia mendapat ilmu Tuhan itu? Jawabannya ialah lewat Wahyu. Orang yang mendapat wahyu dari Allah disebut Nabi atau Rasul. Berhubung komunitas anda masih mengaku beragama Islam (paling tidak berlabel Islam), maka Wahyu yg dimaksud dlm pembicaraan kita ini tidak lain adalah wahyu terakhir (yakni al-Quran) yg diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir (yakni Muhammad saw).

Kalau demikian, berarti kesimpulan di atas kita tambah dengan kesimpulan ketiga sbb:

3. Untuk mengetahui jalan yg haq, benar, lurus dalam beragama serta jalan yg bathil, salah, sesat dalam beragama kita harus merujuk pada firman Allah dalam al-Quran dan sabda Rasul dalam al-Hadits.

Sekarang barulah kita memasuki medan pertarungan sesungguhnya antara semua golongan, sekte dan aliran yg mengaku diri Islam (termasuk JIL). Medan pertarungan itu adalah:

"Mana jalan beragama yg haq, benar, lurus dan mana jalan beragama yg bathil, salah, sesat menurut Allah dan Rasul-Nya (menurut al-Quran dan as-Sunnah)?"

Hal ini sesuai dengan - dan sudah mencakup - pertanyaan anda: bagaimana kriteria dan materi aqidah dalam Islam? Menurut anda, aqidah Islam tidak simpel, sengit dipertengkarkan hingga menimbulkan banyak sekte. Bagaimana ini?

Sebelumnya, ada dua prinsip dan fakta yg harus kita ingat:
1. Aqidah Islam (demikian pula aspek-aspek lain dlm Islam) adalah apa yg dikatakan oleh al-Quran dan as-Sunnah, bukan apa yg dikatakan oleh sekte-sekte ummat Islam.
2. Sekte-sekte tsb baru muncul jauh sepeninggal Nabi saw dan tidak kita dapati di zaman Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Mengapa di zaman Nabi belum muncul sekte-sekte? Penyebabnya ada dua:
1) Ketika itu wahyu masih turun dan penerima wahyu (yg punya otoritas utk menjelaskannya) yaitu Nabi masih hidup. Sehingga semua pertanyaan yg timbul seputar Islam akan dijawab langsung oleh "nara sumber kebenaran" yakni Allah lewat lisan Nabi-Nya.
2) Sikap para sahabat yg "sami'na wa atha'na" dan tidak suka bertanya yg tidak perlu. Hal-hal yg berkaitan dengan aqidah yg disampaikan oleh al-Quran dan al-Hadits langsung mereka imani dan yg berkaitan dengan amaliyah langsung mereka amalkan.

Perselisihan pendapat yg menjurus ke perpecahan mulai terjadi setelah lenyapnya faktor pertama di atas (Nabi wafat). Kemudian dari zaman ke zaman, perpecahan semakin menjadi-jadi hingga menimbulkan sekte-sekte, seiring dengan makin lunturnya "watak sahabat" (faktor kedua) di kalangan ummat Islam. Lemahnya iman, rendahnya ketaatan serta banyak bertanya dan berdebat merupakan pintu gerbang terbesar (dari sisi internal) bagi timbulnya sekte-sekte dlm Islam.

Adapun dari sisi eksternal, masuknya filsafat dlm tubuh ummat Islam (disamping faktor politik) merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi maraknya sekte-sekte itu. Mengapa demikian? Pekerjaan filsafat hanya dua, bertanya dan berdebat, berdebat dan bertanya, tak putus-putusnya bagaikan "lingkaran setan" (karena bila berhenti berarti tamatlah riwayat filsafat). Seandainya seluruh filsuf yg ada di dunia dibebankan utk menuntaskan satu permasalahan saja sebelum berpindah ke permasalahan selanjutnya, niscaya habis umur mereka dan habis umur dunia, sedang mereka masih sibuk berpikir ttg "apa itu berpikir?". (Rene Descartes yg sempat diduga mati bunuh-diri, terkenal dg ucapan hampanya cogito ergo sum = aku berpikir maka aku ada. Kalau benar ia bunuh-diri, mungkin saja ia ingin membuktikan kesimpulannya dan tidak ingin kesimpulannya itu dipertanyakan lagi). Apalagi utk memikirkan ttg "akal", alih-alih utk memikirkan ttg Sang Pencipta akal dan apa yg dimaui Tuhan. Manakala cara filsafat dipakai dlm beragama niscaya kita tidak akan mendapatkan hasil apa-apa selain kekufuran. Kenapa? Karena agama diturunkan bukan utk itu (dipertanyakan dan diperdebatkan). Agama diturunkan utk diimani dan diamalkan. (NB: filsafat dan turunannya sebetulnya berguna untuk membahas sains, bukan agama).

Bercermin dari kedua fakta dan faktor penyebabnya di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa utk mengetahui ajaran Allah dan Rasul-Nya yg benar, kita harus kembali ke masa awal Islam, melihat bagaimana para sahabat pada umumnya (utamanya as-sabiqun al-awwalun, khususnya al-khulafa' ar-rasyidun) mengimani dan mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah. Itulah Islam yg masih bersih dari distorsi dan kontaminasi sekte-sekte dan penafsiran-penafsiran yg menyimpang. Bukankah anda sendiri pernah berkata:

"Akidah kaum Muslim liberal adalah bahwa setiap pemahaman kita atas Islam adalah relatif, karena tidak ada yang tahu kebenaran mutlak selain Allah dan rasul-Nya. Kita adalah manusia relatif yang mencoba untuk memahami kebenaran. Wahyu telah berhenti. Setiap orang bisa mengutip ayat atau hadis, tetapi pada akhirnya apa yang ia katakan adalah pendapatnya sendiri, belum tentu sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan."
(Saya kutip tanpa perubahan, dari email anda tanggal 20 Desember 2004).

Memang para sahabat termasuk dlm perkataan anda "kita adalah manusia relatif". Tapi seperti yg saya kemukakan di atas, sikap para sahabat terhadap al-Quran dan al-Hadits tidak seperti kita. Para sahabat tidak suka bertanya dan berdebat, demikian pula tidak suka menakwil dan menafsirkan. Apa yg mereka terima dari Allah dan Rasul-Nya (al-Quran dan as-Sunnah) mereka sikapi dengan iman dan amal. Sehingga apa-apa yg mereka sepakati (ijma' para sahabat) bukanlah hasil penafsiran dan pemahaman pribadi mereka melainkan hasil dari sikap mengimani dan mengamalkan apa-apa yg disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ijtihad baru mereka lakukan manakala menemukan hal-hal baru yg tidak mereka dapati (secara eksplisit) dalam al-Quran dan as-Sunnah, itupun dengan cara yg sangat hati-hati dan tetap berlandaskan aqidah dan kaidah yg mereka dapati dlm al-Quran dan as-Sunnah.

Dari uraian di atas, dapat kita tarik kesimpulan keempat yg merupakan hasil akhir dari diskusi kita yaitu:
4. Jalan beragama yg haq, benar, lurus menurut Allah dan Rasul-Nya adalah jalan beragama sebagaimana yg telah disepakati (ijma') oleh para sahabat Rasulullah saw sedang jalan beragama yg bathil, salah, sesat adalah jalan beragama yg bertentangan dengan kesepakatan (ijma') para sahabat Rasulullah saw.

Keempat kesimpulan di atas - kalau anda menelaah baik2 diskusi kita dari awal hingga kini - pada dasarnya disarikan dari prinsip2 atau pernyataan2 anda sendiri. Jadi saya hanya mencoba memetakan kembali prinsip2 anda dalam bingkai Islam yg terlepas, sementara anda sendiri tidak mau melepaskan label "islam" dari nama jaringan anda (entah karena pertimbangan strategis duniawi ataukah ukhrawi; Allahu A'lamu).

Sekarang mari kita introspeksi. Adakah diantara para sahabat yg tidak menganggap kafir orang yg mempertuhankan Yesus Kristus? Adakah diantara al-khulafa' ar-rasyidun yg mengkafirkan sesama mereka sebagaimana Syi'ah yg mengkafirkan Abubakar dan Umar? Adakah diantara para sahabat yg menghalalkan wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim? Bagaimana dengan komunitas anda?

Benang dan jaring kusut JIL telah saya uraikan sehingga terpisahlah tali Islam dari tali liberal dengan empat simpul di atas. Kini terpulang kepada anda, mau memegang tali yang mana. "Al-haqqu min rabbika faman sya-a falyu'min wa man sya-a falyakfur". Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain memberikan saran dan imbauan berikut:

1. Bila anda mau berpegang dengan keempat asas di atas, berarti anda harus menanggalkan pemikiran liberal anda yg bertentangan dengan ijma' atau kesepakatan kaum muslimin. Andaikata itu terjadi, saya menyarankan agar anda mengganti nama JIL menjadi JMP (Jaringan Muslim Progresif) misalnya. Seorang muslim yg progresif (berpikiran maju) tidak mesti menanggalkan aqidah dan qaidah keislaman mereka. Anda bisa membahas berbagai isu-isu aktual seputar ummat Islam dengan jujur, terbuka dan kritis tanpa perlu melanggar ajaran Islam.
2. Bila anda tidak mau melepaskan pemikiran liberal anda, maka anda harus melepaskan label "Islam" dari nama komunitas anda; misalnya menjadi JUL (Jaringan Ummat Liberal).
3. Bila anda tidak mengindahkan salah satu dari kedua saran di atas, berarti anda tetap berpegang dengan tali liberal yg kufur dan melilitkannya dengan tali Islam sehingga menghasilkan pemikiran yg kusut dan sesat lagi menyesatkan banyak kaum muslimin. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Wassalam,
Yusuf
Diskusi berakhir sampai di sini; ditandai dengan tidak dibalasnya email yang terakhir ini. Sebelum memuat (mempublikasikan) diskusi ini di website, Yusuf Anshar terlebih dahulu mengirim email "pemberitahuan" kepada Ulil Abshar Abdalla tentang akan dipublikasikannya diskusi ini. Namun ternyata email "pemberitahuan" itu tidak kunjung dibalas pula.

Read More!

Tuesday, June 27, 2006

Kehendak Kekuasaan dan Penghambaan

Dapatkah kita membayangkan. Misalnya, yang MahaKuasa langsung bertindak atas segala kejadian yang tidak Dia sukai atau kehendaki. Misalnya, ketika sesorang berbuat maksiat, maka kekuatanNya langsung datang dengan menarik orang itu dan di bawa ke neraka?. Persis seperti suatu masa dalam mitologi Yunani, dimana para dewa akan turun ke bumi dan berbuat suka-suka dengan apa yang dikehendakinya. Persis seperti negara otoriter atau komunis yang mengawasi segala perilaku warga negaranya. Bagaimana kalau itu terjadi dari yang mahaKuasa atas segala sesuatu....
Sejenak setelah itu, kita akan mengerti mengapa Allah SWT menunda, tidak segera (in action) terhadap hamba-hambanya (baik yang saleh maupun yang ingkar). Di situ ada pilihan kebebasan, pilihan takdir. KeberadaanNya ditunjukkan untuk akal manusia, lihatlah di segala ufuk, juga pada dirimu sendiri.....

Read More!

Ketika Nabi Bermuka Masam....

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.80:1 turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah saw. sambil berkata: "Berilah petunjuk kepadaku ya Rasulullah." Pada waktu itu Rasulullah saw. sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, sehingga Rasulullah berpaling daripadanya dan tetap mengahadapi pembesar-pembesar Quraisy. Ummi Maktum berkata: "Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?" Rasulullah menjawab: "Tidak." Ayat ini (S.80:1-10) turun sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah saw. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari 'Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya'la yang bersumber dari Anas.)

Benarkah Surat Abasa Teguran kepada Nabi yang Bermuka Masam?
22 Jun 06 08:44 WIB.

Assalammu'alakum,

Pak ustadz, saya mau menanyakan perihal tafsir surat Abasa. Benarkah
tafsir surat itu ditujukan kepada Nabi Muhammad yang sangat sayang
kepada fakir miskin dan anak yatim? Jika tafsir itu benar ditujukan
kepada beliau bukankah itu sangat kontradiksi dengan ayatQ uran lainnya?
Ahlaq nabi adalah al-Quran (al-Hadis).

Pernah ada orang Nasrani mengatakan bahwa Nabi Isa lebih mulia
dibandingkan Muhammad karena Nabi Isa mau mengobati penyakit kusta
sedang Nabi Muhammad memalingkan muka dan bermuka masam kepada orang
buta. Saya mohon penjelasannya.

Hane Hasanudin

Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada yang salah dengan surat 'Abasa yang mengisahkan tentang nabi
Muhammad SAW bermuka masam. Juga tidak ada yang salah dengan sikap itu
bagi seorang nabi Muhammad SAW. Sikap itu adalah sikap manusiawi yang
tidak merusak apapun.

Sebaliknya, adanya surat 'Abasa jelas membuktikan bahwa Al-Quran itu
bukan karangan nabi Muhammad SAW. Sebab secara sekilas, surat itu memang
mengkritik sikap beliau yang bermuka masam terhadap seorang yang minta
diajarkan tentang agama yang dibawanya.

Kalau seandainya Al-Quran itu karangan beliau, pastilah tidak akan ada ayat yang mengkritik sikap beliau. Logikanya, mana mungkin seorang pengarang buku menjelekkan diri sendiri dalam bukunya. Satu-satunya kemungkinan adalah bahwa Al-Quran bukan karangan beliau. Dan sesungguhnya memang bukan karangan beliau, melainkan datang dari sisi Allah SWT.

Namun bermuka masam kepada Abdullah bin Ummi Maktum ra. bukan sebuah dosa. Hanya merupakan hal yang kurang layak saja. Namun alasannya juga sangat pantas, yaitu lantaran saat itu beliau SAW sedang sibuk sekali memikirkan bagaimana agar para tokoh Quraisy bisa masuk Islam. Logika sederhananya, bila para tokoh itu bisa masuk Islam, maka orang-orang kecil semacam Abdullah bin Ummi Maktum ini tentu akan mudah.

Logika manusiawi beliau SAW saat itu kira-kira demikian. Dan sebagai manusia biasa, adalah wajar baginya punya nalar sekilas seperti itu. Dan ketika turun ayat yang menegur beliau, tentunya beliau segera melayani permintaan shahabatnya itu.

Dan sama sekali tidak perlu dipersoalkan memang, bahkan meski teguran itu datang lewat ayat Quran yang bersifat abadi, manfaatnya buat kita yang lebih utama justru bukan pada bermuka masamnya, melainkan pada pembuktian bahwa Rasulullah SAW itu bukan penulis Al-Quran, sebagaimana yang sering dituduhkan oleh lawan.

Bahkan Abdullah bin Ummi Maktum ra. sendiri setelah kejadian itu tidak kecil hati, sebaliknya beliau malah merasa bangga. Sebab karena dirinya seorang nabi ditegur tuhannya.

Sampai ketika perang Qadisiyah sepeninggal Rasulullah SAW, shahabat nabi yang buta ini punya permintaan untuk membawa bendera umat Islam di medan tempur. Ketika para jenderal menolaknya lantaran beliau seorang tuna netra, beliau pun mengeluarkan 'ancaman' yang tidak bisa dibantah.
"Apakah kalian menolak permintaanku, padahal Rasulullah SAW ketika dahulu menolak permintaanku, langsung ditegur Allah?" Maka bendera itu pun diserahkan kepadanya, meski beliau seorang tuna netra.

Jadi...

Tidak ada yang sakit hati atas turunnya ayat 'Abasa itu, bahkan buat si buta Abdullah bin Ummi Maktum, hal itu justru menjadi kebanggaan tersendiri. Sebab biasanya ayat Quran turun menegur para shahabat atau orang kafir, tapi ada satu ayat yang turun menegur nabi Muhammad SAW, di mana hal itu terjadi lantaran dirinya.

Akan halnya Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan nabi Isa as, tentu saja buat umat Islam tidak ada masalah. Toh nabi Isa as itu adalah nabi juga yang diakui oleh umat Islam juga. Kalau dalam satu dan lain kesempatan, terasa beliau punya kelebihan, kita sebagai umat Islam akan ikut bangga.

Apalagi antara umat Islam dan nabi Isa as. memang punya hubungan 'mesra'
tersendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa Nabi Isa as nanti akan muncul dan bergabung bersama umat Islam menjelang hari kiamat. Beliau akan shalat dan berhaji bersama umat Islam, bahkan beliau akan menghancurkan gereja dan patung-patung diri beliau yang selama ini disembah. Beliau bahkan tidak mau dianggap sebagai nabi atau pemimpin umat, sehingga ketika ditawari untuk menjadi imam shalat, beliau akan
menolak dan shalat menjadi makmum bersama umat Islam.

Maka kalau ada orang kritsten memuji Nabi Isa as, kita pun bangga. Kita tidak perlu kecil hati, sebab Nabi Isa as adalah nabi kita sekaligus umat Islam juga.

Hanya bedanya, umat Islam tidak pernah menjadikan beliau sebagai tuhan, karena beliau memang bukan tuhan. Sedangkan orang Kristen telah keliru ketika menjadikan beliau sebagai tuhan. Tentunya perbuatan ini menggugurkan iman dan pelakunya kafir dan masuk neraka.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Sumber : dikutip dari milis sabili@yahoogroups.com

Read More!

Historitas Injil, % Kata-kata Yesus ....

38. Waktu anda ditanya tentang kesejarahan Perjanjian Baru, jawaban anda banyak menyinggung surat-surat Paulus dan siapa penulisnya. Bagaimana tentang injil?
Sejauh mana gambaran Yesus dalam Injil dapat dipercaya?

JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Jawaban dalam garis besar yang sering diberikan adalah bahwa injil-injil itu bukanlah biografi, dan secara umum jawaban itu benar. Seorang penulis biografi biasanya ingin menuliskan seluruh kehidupan individu dan merekam semua yang bisa kita ketahui tentang orang tersebut. Dua injil (Markus dan Yohanes) sama sekali tidak membicarakan asal-usul Yesus, kelahiran atau awal kehidupannya sebelum Ia bertemu dengan Yohanes Pembaptis. Markus tidak pernah menyinggung nama ayah syah Yesus (Yusuf) dan Yohanes tidak pernah menyebut nama ibu Yesus (Maria). Kelangkaan ini memberi contoh tidak adanya materi-materi biografi, yang seharusnya ada seandainya para penulis injil memang ingin menulis biografi Yesus.

Namun saya minta perhatian khusus pada injil Lukas. Injil ini cukup istimewa karena berhubungan dengan Kisah Para Rasul. Dalam Kisah diceritakan 'sejarah' orang-orang Kristen awal,sedangkan dalam injil Lukas diceritakan bagaimana Yesus
dikandung, dilahirkan dan masa muda-Nya. Maka dari itu injil Lukas agak menyerupai biografi dibandingkan dengan injil-injil lain. Tak satupun injil menceritakan kehidupan Yesus secara utuh. Yang disampaikan kepada kita hanyalah
beberapa data historis tentang situasi hidup-Nya, kata-kata dan perbuatan-Nya. Maka dari itu pernyataan bahwa injil-injil bukanlah biografi tak menyebabkan lunturnya gambaran Yesus yang ada di dalamnya. Gambaran yang dibentuk memang lebih dari sekedar evaluasi teologis. Di sana ada interpretasi atas kehidupan dan kata-kata serta perbuatan nyata Yesus.
46. Saya ingin lebih jelas. Dapatkah anda memberikan prosentase kata-kata Yesus yang ada dalam Injil, berapa prosen yang masih asli dan berapa prosen yang sudah berubah?
JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Terus terang saya tidak dapat. Dan kalau saya mencoba memberikan jawaban kepada anda, saya peringatkan bahwa orang lain akan memberikan jawab yang berbeda. Untuk sebagian besar tergantung pada kriteria yang digunakan untuk menentukan keaslian. Ternyata para ahli, karena ingin sungguh-sungguh teliti, banyak yang kemudian menjadi minimalis. Artinya kata-kata Yesus yang "asli" menjadi sangat sedikit. Saya cenderung konservatif dalam masalah ini. Keyakinan saya, kalau terjadi perkembangan-perkembangan di luar kata-kata Yesus yang asli, hal itu harus dibuktikan bukan hanya diandaikan. Golongan yang lebih radikal akan mengatakan, bahwa semuanya adalah ciptaan Gereja, kecuali bisa dibuktikan bahwa memang diturunkan dari Yesus. Apakah hal semacam itu logis? Bagaimana mungkin orang bisa percaya kepada Yesus, kalau mereka tidak menaruh perhatian kepada apa yang dikatakan oleh Yesus, melainkan hanya pada tentang penangkapan kreatifnya sendiri tentang arti kata-kata Yesus? Seluruh pernyataan Komisi Kitab Suci Kepausan dengan menyatakan "Kebenaran historis Injil" (no. 40) adalah untuk menekankan adanya kesinambungan hakiki antara Yesus dengan Injil. Dan saya sangat setuju dengan hal itu.
70. Saya mempunyai pokok khusus. Saya ingin tahu, apa yang dipikirkan Yesus tentang diri-Nya. Tahukah Ia bahwa diri-Nya Allah?
JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Ini suatu pertanyaan yang langka. Saya tidak suka bersilat lidah. Namun sebelum menjawabnya, satu hal ingin saya mintakan penjelasan, apa yang dimaksudkan dengan kata "Allah" di sini? Pertanyaan di
atas mengenai Yesus, seorang Yahudi Galilea, yang hidup pada pertigaan pertama abad ke-1. Kepada Yesus ini dikenakan sebutan "Allah," tetapi Allah yang mempunyai arti khusus, berkaitan dengan latar belakang dan bahasa teologi saat itu.
Dengan sederhana dapat dikatakan, bahwa bagi orang Yahudi waktu itu "Allah" berarti Tokoh yang tinggal di surga. Sebutan "Allah" merupakan salah satu dari banyak sebutan yang lain. Maka, kalau kepada Yesus yang hidup di dunia diajukan pertanyaan, "Apakah engkau mengira dirimu Allah?," sebenarnya berarti apakah Ia mengira diri-Nya seseorang yang tinggal di surga? Jelas pertanyaan semacam itu tidak tepat, karena Yesus dapat dilihat di dunia. Dan nyatanya pertanyaan
seperti itu tidak pernah diajukan kepadaYesus. Paling-paling Ia ditanya mengenai hubunganNya dengan Allah. Suasana persoalan seperti itu dapat kita lihat dalam Mrk 10:17-18. Seseorang menyebut Yesus sebagai 'guru yang baik,'dan Yesus menjawab, "Mengapa kamu katakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain Allah saja." Nyata bahwa ada jarak antara Yesus dan sebutan "Allah."

Namun benar juga, anda dapat menunjuk dalam Injil lain, di mana Thomas dipuji karena menyebut Yesus "Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28). Hal itu bisa terjadi karena ucapan itu terdapat dalam Injil keempat (Yohanes). Injil yang ditulis
pada tahun-tahun terakhir abad pertama. Pada waktu itu, di bawah pengaruh tuntutan mereka untuk mengerti Yesus, umat Kristen sampai pada batas tertentu memperluas jangkauan arti kata "Allah." Kata itu tidak hanya mencakup Bapa yang di surga, melainkan juga Putera yang di dunia. Mereka sampai pada kesadaran bahwa Yesus begitu erat berelasi dengan Allah, begitu penuh dengan kehadiran Allah. Akibatnya sebutan "Allah" pantas diterapkan pada-Nya, sebagaimana sebutan itu diterapkan kepada Bapa yang di surga. Perlu saya tekankan, hal ini tidak menyangkut adanya perubahan pada Yesus. Yang berubah dan berkembang adalah pandangan umat Kristen tentang diri-Nya. Perkembangan ini terus berlangsung hingga pada Konsili Nicea, pada awal abad ke 4. Orang Kristen menyebut Putera Allah sebagai "Allah benar dari Allah benar." Pengaruh dari Yesus dan refleksi atas diri-Nya mengubah seluruh bahasa teologi bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Perubahan itu mencakup istilah "Allah."

Setelah menjelaskan kesulitan bahasa, saya ingin menyusun kembali pertanyaan anda, yang saya yakin sesuai dengan maksud anda sebenarnya, dan kemudian menjawabnya. Berdasar kenyataan bahwa istilah "Allah" berkembang sedemikian
sehingga mengungkapkan wawasan mengenai jati diri Yesus, kiranya pertanyaan anda dapat dirubah menjadi: "Apakah Yesus tahu bahwa Ia mempunyai jati diri yang oleh para pengikut-Nya di kemudian hari dimengerti sebagai Allah?
Kalau Ia adalah Allah (pada umumnya kebanyakan orang Kristen akan sependapat tentang hal itu), apakah Ia tahu siapa diri-Nya?

Menurut saya, jawaban yang paling sederhana adalah "ya." Tentu saja tidak ada cara untuk membuktikan suatu jawaban afirmatif karena kita tidak mempunyai bahan yang melukiskan seluruh kehidupan-Nya. Namun menurut apa yang ada dalam
Injil, Yesus senantiasa ditampilkan sadar akan hubungan khusus-Nya dengan Allah, yang menyebabkan Ia mampu berbicara dengan kewibawaan yang mengagumkan. Tidak ada satu peristiwa dalam Injil yang menggambarkan Ia menemukan sesuatu tentang
diri-Nya, yang tidak diketahui sebelumnya. Saya tahu yang saya katakan ini bertentangan dengan beberapa pandangan populer. Menurut pandangan populer itu, Yesus menemukan jati diri-Nya pada saat dibaptis, atau pada satu saat yang lain.
Menurut saya pandangan semacam itu tidak mempunyai alasan yang kuat. Peristiwa pembaptisan disusun untuk memberitahu pembaca siapa Yesus itu dan bukan memberi tahu Yesus siapa diri-Nya.

86. Apa hubungan antara orang Kristen awal dengan orang Yahudi?
JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Tentu saja semua orang Kristen pertama adalah orang Yahudi. Keyahudian Yesus dan mereka yang percaya kepada-Nya membantu untuk menjelaskan tidak adanya rencana pendirian Gereja. Struktur baru tidak perlu dibentuk, karena Yudaisme telah memiliki struktur semacam itu. Mereka sudah mempunyai lembaga imamat, liturgi, kurban-kurban, pesta-pesta dan administrasi. Yesus tidak perlu memikirkan hal-hal semacam itu, sejauh mereka terbuka terhadap semangat reformasi yang dituntut oleh pewartaan
Kerajaan Allah.

Kis 3:1 dan 5:12 menceritakan bahwa Petrus dan Yohanes serta beberapa nama lain dari kelompok dua belas itu, pergi ke rumah ibadat (Kenisah) pada saat-saat jam doa. Tampaknya kepercayaan mereka kepada Yesus tidak membawa kesulitan
kepada ibadat mereka di kenisah. Markus 12:29 seakan-akan merupakan ajakan Yesus kepada para pembaca untuk mengucapkan doa Shema sebagai tanda bahwa mereka telah menerima Kerajaan Allah. "Dengarlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa." Madah Benedictus misalnya mempunyai bentuk yang sesuai dengan bentuk madah Yahudi di masa Perjanjian Baru, kecuali dalam soal pemenuhan campur tangan ilahinya. Bagi orang Kristen pemenuhan itu terjadi dalam diri Yesus. Masih banyak contoh lain tentang keyahudian orang Kristen pertama.

----------------------------------
101 Tanya-Jawab Tentang Kitab Suci Raymond E. Brown, S.S.
Cetakan kedua: 1995 Penerbit Kanisius Jln. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telp.(0274) 588783, 565996, Fax.(0274) 563349 Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011
ISBN 979-497-261-4

Catatan : Dikutip (copy paste dari http://media.isnet.org/kristen/101/index.html)seperti adanya. Kecuali penambahan tebal atau garis miring hanya saya lakukan untuk menegasi, jawaban pendeta/pastor yang menarik perhatian saya.

Read More!

Monday, June 26, 2006

Sembilan Kunci Sukses Setan

akmal.multiply.com

Sebelum membahas mengenai inti dari tulisan ini, perlu kiranya dijelaskan mengenai batasan syetan di sini. Penggunaan nama "syetan" untuk bangsa jin adalah tidak adil dan salah kaprah. Bagaimana pun, bangsa jin ada juga yang beriman kepada ajaran yang benar, yaitu kepada ajaran Tauhid yang sama-sama menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang selain-Nya. Di sisi lain, kata "syetan" di dalam Al-Qur’an tidak hanya digunakan untuk membicarakan bangsa jin yang sesat dan menyesatkan, namun juga bangsa manusia yang memiliki sifat demikian.

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh dari syetan-syetan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain dengan kata-kata dusta yang indah-indah untuk memperdaya manusia. Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah mereka tidak melakukannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan itu. Q.S. Al-An’aam [6] : 112

Singkatnya, manusia yang sesat dan menyesatkan pun bisa dikategorikan sebagai syetan. Meski demikian, bukan berarti kita perlu menyebut semua orang yang mengajak pada keburukan dengan sebutan "syetan", karena Rasulullah saw. pun tidak berbuat demikian kepada musuh-musuh beliau. Dengan demikian, "syetan" adalah evil, bukan devil. Syetan bukanlah suatu jenis makhluk yang berbeda dari yang sudah ada, melainkan hanya sebuah jenis penyifatan terhadap bangsa jin dan manusia.
Iblis adalah oknum syetan yang paling terkenal di seluruh penjuru dunia. Yang satu ini memang benar-benar berasal dari bangsa jin. Ketika Allah mengutuknya karena telah menipu Nabi Adam as., Iblis tidak langsung memohon ampun (padahal Iblis pasti tahu bahwa Allah adalah Maha Penerima Taubat). Kesombongannya justru makin menjadi-jadi dengan peristiwa tersebut, hingga ia memohon kepada Allah agar diberikan tangguh sehingga bisa terus menggoda anak-cucu Nabi Adam as. ke jalan yang sesat. Na’uudzubillaah.
Dalam perkembangannya, Iblis memperoleh banyak sekali pengikut. Ada yang secara tidak sadar mengikutinya, ada pula yang secara sadar. Banyak sekali manusia yang menyangka dirinya mulia, perbuatannya baik, bahkan menganggap dirinya sebagai bagian dari orang-orang shalih, namun secara tidak sadar ia ikut serta menyukseskan program penyesatan Iblis. Lebih parah lagi, ada pula golongan manusia yang secara sadar mengikuti bisikan-bisikan Iblis, misalnya pada sekte-sekte ajaran sesat yang secara terang-terangan menyatakan dirinya sebagai penyembah Iblis.
Untuk menyukseskan program penyesatannya hingga akhir jaman, Iblis senantiasa memutar otak untuk melancarkan serangan pada manusia, menjauhkannya dari jalan yang benar. Seringkali, tipu daya syetan tidak sesederhana yang kita bayangkan. Kalau mereka tidak bisa membelokkan kita kepada jalan kesesatan, maka mereka akan menyesatkan kita secara bertahap, sehingga sedikit demi sedikit kita akan makin menjauh dari jalan Allah.
Para pemuda mempelajari agamanya siang dan malam, menekuni buku-buku tulisan para ulama terkemuka, menelaah kata per kata di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan kegigihan yang amat mencengangkan. Mereka pun tumbuh menjadi para ahli fiqih yang keberadaannya sangat vital bagi umat. Namun syetan datang kepada mereka dan membisikkan ini-itu ke telinga mereka, sehingga sebagian di antara mereka menggunakan ilmu-ilmunya untuk saling mencela saudara seimannya, bahkan saling mengkafirkan tanpa alasan yang benar. Kita menyaksikan banyaknya kaum ‘ahli fiqih’ semacam ini yang memberi cap sesat pada Asy-Syahid Hasan al-Banna, Asy-Syahid Sayyid Quthb, Yusuf Qardhawi, Harun Yahya, atau Aa Gym. Padahal, kekeliruan tidaklah sama dengan kesesatan. Hanya karena mereka berbuat kesalahan, bukan berarti mereka sesat dan menyesatkan. Apalagi, cap sesat ini diberikan tanpa didahului oleh tabayyun sebelumnya. Orang-orang yang gemar mencela ini, sesuai kehendak Allah, akan senantiasa menjadi buih. Umat manusia tidak menganggap mereka ada, kecuali sebagian kecil saja, sementara orang-orang yang mereka cela terus melaju dengan jihadnya masing-masing.
Demikian pula kita saksikan betapa banyaknya orang yang berusaha menjadi shalih dengan meramaikan masjid. Shalat lima waktu ditunaikannya di masjid bersama-sama dengan jamaah. Dikenakannya pakaian yang baik, dibersihkannya dirinya sendiri dengan wudhu, bahkan bersiwak, kemudian pergilah mereka ke masjid. Apa dinyana, justru sajadah merekalah yang membawa mereka pada pelanggaran terhadap perintah Allah. Dibawanya sajadah yang lebar-lebar, lebih dari kebutuhan, sehingga terdapat jarak antara dirinya dan orang lain di sebelahnya. Padahal, Allah memerintahkan kita untuk merapatkan shaf, apalagi dalam shalat.
Begitulah kiprah Iblis dan kroni-kroninya. Perlu pengamatan yang cermat untuk bisa menghindarkan diri dari tipu daya mereka. Tidak ada manusia yang bisa mengklaim dirinya bebas dari godaan syetan, karena bisa jadi mereka sendiri telah menjadi agen-agen syetan, sehingga dirinya pun pantas untuk disebut sebagai syetan.
Paling tidak ada sembilan kunci sukses yang selalu digunakan syetan untuk menyesatkan manusia. Golongan syetan akan menggunakan metode yang paling tepat untuk menggoda manusia sesuai karakternya masing-masing, atau menggunakan kombinasi dari metode-metode ini untuk mencapai keberhasilan misinya.
Pertama, menimbulkan rasa was-was. Rasa was-was ini bisa dimunculkan dengan berbagai cara. Syetan bisa saja membujuk manusia untuk berprasangka buruk pada saudaranya, sehingga menuduh yang tidak-tidak. Syetan juga melancarkan kampanye negatif terhadap Islam dengan memanfaatkan media massa. Umat Islam yang menuntut penegakan syariat dibilang ekstrimis, hukum qishash disebut kejam, dan jilbab dianggap sebagai pengekangan terhadap kaum perempuan. Begitulah gambaran yang hendak diberikan oleh syetan kepada umat Islam, agar mereka takut dan tidak percaya diri dengan ajaran agamanya sendiri.
Kedua, membuat lupa. Dengan berbagai cara, syetan bisa membuat kita melupakan banyak hal. Syetan membuat kita malas sehingga lalai mengerjakan shalat, misalnya. Karena waktu untuk Zhuhur cukup panjang, maka kita menundanya terus, hingga tanpa sadar sudah masuk waktu Ashar. Bahkan seorang rekan Nabi Yusuf as. pun bisa lupa pada beliau, dan kelupaannya ini menyebabkan Nabi Yusuf as. terus mendekam di penjara selama beberapa tahun. Kisah ini dapat dibaca pada surah Yusuf, terutama pada ayat ke-42.
Ketiga, memanjangkan angan-angan. Imajinasi adalah sarana untuk membayangkan apa yang tidak ada di hadapan kita. Cita-cita adalah imajinasi masa depan yang ideal. Akan tetapi, cita-cita berbeda dengan angan-angan. Angan-angan cenderung bertolak pada kegemaran manusia untuk mengkhayalkan yang enak-enak tanpa ada usaha untuk mewujudkannya. Adapun cita-cita lebih bermakna positif, memperhitungkan langkah-langkah yang akan diambil, mengantisipasi resiko sebaik mungkin, dan selalu diikuti dengan usaha-usaha untuk mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Syetan membuat manusia menjadi pasif, tunduk pada angan-angan kosong, dan jauh dari realita. Persis seperti sebagian umat Islam yang mengharapkan keadilan di negerinya, namun tidak ada usaha untuk mendukung penegakan syariat.
Keempat, membuat indah. Bahkan kata "indah" pun sudah melenceng jauh artinya. Allah itu indah dan mencintai keindahan. Samakah antara keindahan alam ciptaan Allah dengan tubuh para peragawati yang diobral ke seluruh penjuru dunia? Samakah pemuasan hawa nafsu birahi sesaat dengan kasih sayang antara suami-istri yang sah? Namun dunia kini mengenal gaya hidup gonta-ganti pasangan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Anehnya, hak asasi manusia lainnya, yaitu hak untuk tidak dibuat cemburu dan patah hati, tidak pernah disebut-sebut. Begitulah syetan membuat perbuatan-perbuatan yang amat buruk terlihat menjadi indah di mata sebagian manusia.
Kelima, memberi janji-janji. Persis seperti Belanda yang menipu Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro, maka Iblis dan antek-anteknya pun tidak pernah bisa dipercaya. Mereka senantiasa melanggar janji. Janji-janjinya tidak bernilai sama sekali, dan tidak semestinya umat Islam mau ditipu dengan cara yang sama berulang kali. Tidak semestinya kita percaya begitu saja dengan janji-janji Israel. Apa pun yang mereka katakan, kita harus senantiasa waspada, karena sudah puluhan kali mereka melanggar perjanjian yang mereka ikrarkan sendiri. Sebagai seorang Muslim, kelengahan adalah musuh!
Keenam, membuat tipu daya. Bahkan semua cara kerja syetan dilandaskan pada tipu daya. Mereka menyamarkan antara ‘kepentingan’ dan ‘keinginan’. Hal ini tidak jauh beda dengan ucapan sebagian orang yang membela peredaran rokok untuk membela kepentingan sebagian rakyat. Padahal justru untuk kepentingan rakyatlah maka rokok harus diharamkan. Namun makna "kepentingan" kini sudah berubah menjadi "keinginan", maka sulitlah bagi kita untuk meneruskan diskusi yang membenturkan berbagai keinginan.
Ketujuh, menghalangi dari jalan Allah SWT. Jelaslah bahwa tujuan akhir dari segala misi syetan adalah untuk menghalangi umat Islam dari jalan Allah. Sampai-sampai para pemimpin perguruan tinggi tidak takut lagi pada neraka, sehingga melarang para mahasiswi untuk menutup auratnya, padahal para pemimpin tersebut juga muslim. Bahkan ada orang tua yang tidak begitu suka melihat anaknya mengenakan jilbab dan aktif dalam dakwah. Na’uudzubillaah!
Kedelapan, menimbulkan permusuhan. Bahkan hal-hal kecil pun bisa digunakan oleh syetan untuk mengadu domba manusia. Kurang lebih sama dengan orang-orang yang gemar mencela para ulama dengan berbagai alasan. Jika ulama-ulama itu tidak bersabar – dan bersabar adalah pilihan yang terbaik – maka tentulah umat ini akan terpecah belah lebih parah lagi. Proyek adu domba ini digunakan oleh setiap penjajah di seluruh dunia, karena kaum penjajah memang selalu berada di bawah kendali syetan. Theodore Herzl, moyangnya kaum Zionis, pernah meminta tanah di Palestina untuk kaum Yahudi kepada Sultan Abdul Hamid II sebagai khalifah umat Islam pada waktu itu. Tentu saja, permintaannya itu diiringi dengan berbagai janji-janji yang menyilaukan. Namun, Sultan Abdul Hamid II hingga akhir hayatnya tidak pernah rela memberikan sejengkal tanah pun pada mereka, karena itu bukan hak mereka. Begitulah syetan berusaha mengadu domba manusia, dengan memanjakan satu pihak dan memerangi pihak yang lain.
Kesembilan, berkata dusta. Dusta berbeda dengan tipu daya. Tipu daya adalah strategi-strategi matang yang membuat manusia terkecoh, sedangkan dusta adalah perkataan yang tidak jujur. Telah banyak contoh yang bagus mengenai kedustaan golongan syetan, dan tidak semestinya umat Islam terkecoh dan terkecoh lagi. Umat Islam harus bersikap proaktif, bukan sekedar reaktif. Apa pun yang dikatakan oleh golongan syetan tidak boleh langsung dipercaya begitu saja, sebab dusta adalah tabiatnya.
Demikianlah berbagai jalan yang ditempuh oleh syetan untuk menyesatkan manusia. Umat Islam harus mengenali cara-cara mereka dan memahami tabiat mereka, sehingga tidak dengan mudahnya tertipu oleh gaya mereka yang penuh tipu daya. Sudah saatnya kita menjadikan syetan sebagai musuh, bukan sebagai kawan, apalagi pemimpin.
wassalaamu’alaikum wr. wb.

Sumber : http://akmal.multiply.com/journal/item/55 4 Juli 2005.

Read More!

Sunday, June 25, 2006

Teori Evolusi -- Kegalauan Ilmu terhadap agama 3

Kutipan ini bagian ketiga dari teori evolusi. Bagian 1 dan 2 di Links: Sains

Evolusi Charles Darwin adalah Suatu Kenyataan...

''THE Origin of Spesies'' (Asal-usul Spesies) karya ilmuwan Charles Darwin, pada awal terbitnya di abad Ke-19 benar-benar menggemparkan jagat. Paparan evolusi dalam buku itu memancing kontroversi dengan kalangan agamawan yang fanatik terhadap penciptaan semesta seperti yang ditulis kitab suci.

Kontroversi itu pula yang membuat Yayasan Obor Indonesia tertarik menerbitkannya, diterjemahkan oleh tim dari Pusat Penerjemah Nasional Universitas Nasional Jakarta. "Kami mencoba memunculkan ide-ide Darwin sebenarnya," kata Bambang Murtianto, editor The Origin of Spesies.

Pada acara diskusi dan bedah buku The Origin of Spesies di Jakarta, Rabu (3/3), pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (STF) Jakarta Prof Dr Franz Magnis-Suseno justru menganggap buku Charles Darwin sebagai salah satu yang sangat berpengaruh mengubah pandangan manusia modern menjadi evolutif.

Magnis juga berpendapat bahwa teori evolusi Darwin memang suatu kenyataan dengan pendasaran ilmu alam, sehingga tidak lagi diragukan.

"Yang masih jauh dari jelas adalah yang disebut neo-Darwinisme, yang melihat evolusi sebagai suatu proses kebetulan berdasarkan perubahan-perubahan kecil dan seleksi. Itu pandangan kekanak-kanakan. Itu bisa menjelaskan evolusi perbaikan jenis-jenis yang ada, tetapi untuk perkembangan organisme-organisme baru, misalnya perkembangan binatang bertulang belakang atau berkembangnya burung dari reptil, sama sekali belum diketahui mekanismenya," paparnya.

Yang menurut Magnis penting adalah bahwa ajaran evolusi sama sekali tidak bertentangan dengan kepercayaan pada penciptaan Allah. Sebaliknya penciptaan Allah tidak menjadi lebih kecil karena ini suatu proses yang berjalan terus sejak permulaan Bumi dan kekuatan berkembang diletakkan Allah ke dalam alam itu sendiri.

"Bisa dikatakan evolusi itu sedemikian logis dan teologis, karena terarah pada tahap-tahap. Sebaliknya, sama sekali tidak cocok kalau itu dianggap hanya kebetulan terjadi dan kemendadakan," tambahnya.

DI Gereja Katolik, Paus pun sudah dua kali mengatakan tidak ada masalah dengan evolusi. "Tapi memang ada kelompok fundamentalis yang menolak teori evolusi dan mengatakan itu bertentangan karena mereka mengikuti kitab suci secara harafiah," tutur Magnis.

Menurut dia, kalau kitab suci menyebut penciptaan dalam enam hari, itu bukan suatu diskripsi ilmu alam melainkan suatu cara simbolis untuk mengungkapkan bahwa semuanya diciptakan Allah.
Menurut Ketua Himpunan Penerjemah Indonesia Beny Hoedoro Hoed, buku ini diterjemahkan dengan cukup baik dan teliti. "Hanya saja ada kesulitan dari segi panjangnya kalimat karena Darwin menulis pada abad Ke-19,"katanya.

Yang jelas, hadirnya terjemahan buku karya Charles Darwin tersebut akan makin memacu manusia untuk lebih memahami keberadaannya.(LOK)


Sumber : Kompas.com, rubrik humaniora. Tgl. 4 Maret 2004.

Catatan :
Yang agak menarik dari beliau ini adalah pandangan (penyimpulan) bahwa ketika kitab suci menyebutkan penciptaan dalam enam hari. Itu bukan suatu deskripsi ilmu alam, melainkan suatu cara simbolis bahwa semuanya diciptakan Allah.

Penyampaian wahyu periode penciptaan disebutkan dalam Al Qur'an dan Injil. Kadang memang kita terbiasa menjadi terlalu angkuh pada ilmu dan segalanya berada pada khazanah keilmuan (ilmu yang dipahami manusia), sehingga wahyu didekati sebagai "simbolis" saja, bukan sebagai petunjuk dari sang Mahapencipta. Kadang, kita menjadi begitu angkuh untuk menjadikan 'miracle of science'karena logika-logika dunia materi sangat sense dengan metodologi sains yang memang tidak bebas nilai.

Yang juga menarik karena ini disampaikan oleh Prof Magnis, yang tulisan,pemikirannya sering dimuat diberbagai media massa, dan sering membuat saya hanya bisa terbata-bata membacanya. Tiba-tiba saya merasa aneh membaca garis pemikirannya.

Read More!

Wednesday, June 21, 2006

Beragama Islam tapi tidak islam

Mempunyai seorang kawan, baik hati dan penolong. Perhatiannya begitu besar, empatinya sering tampak begitu dalam. Wajahnya jernih, sejernih itu pula ''mungkin'' hatinya. Satu-satunya yang berbeda adalah, baginya agama adalah nonsense. Berpandangan bahwa keberagamaan adalah kesia-siaan.
Di sisi yang lain, kita mudah dapati pula golongan yang keberagamaannya tampak istimewa. Pernik hiasan dan baju yang dipakai, juga sikap dan tampilan lahiriahnya menampakkan keberimanannya. Satu-satunya yang berbeda adalah kesadaran sosialnya yang jauh dibanding dengan kawan yang sebelumnya kuceritakan.
Ada beberapa pikiran berlalu dalam akalku. Apakah artinya Islam?. Kedamaian-perdamaian, patuh-taat-selamat-sejahtera, atau berserah diri?.
Kadang kita membutuhkan perenungan. Boleh jadi, dalam perjalanan keberimanan dan ketidakberiman kita jumpai:

Beragama Islam tapi tidak islam,
Beragama Islam dan juga islam,
Beragama, tapi tidak beriman.
Beragama, tapi tidak Islam.
Tidak beragama Islam, tapi islam (QS 5:82, QS 5:69).
Tidak beragama dan tidak juga islam.

Semuanya adalah pilihan......

QS30:53 Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).

QS31:22 Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.

QS2:256 Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

QS27:81. Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri.

Read More!

Tuesday, June 20, 2006

KHUTBAH TERAKHIR NABI MUHAMMAD S.A.W

(Lembah Uranah, Arafat, 9 Dzulhijjah, 10 H)

Wahai manusia, dengarkanlah dengan sungguh-sungguh, karena aku tidak tahu
apakah setelah tahun ini, aku masih akan berada di antara kalian. Karena itu
dengarkanlah dengan seksama apa yang akan kusampaikan, dan sampaikan
kata-kata ini kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini hari ini.


Wahai manusia, sama seperti kamu menganggap bulan ini, hari ini, dan tempat
ini sebagai suci, perlakukanlah hidup dan harta setiap muslim sebagai hal
yang suci. Kembalikanlah barang yang dipercayakan padamu kepada pemiliknya
yang sah. Jangan sakiti seseorang sehingga tidak ada yang akan menyakitimu.
Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan bertemu Tuhanmu, dan bahwa DIA akan
benar-benar menghitung amal ibadahmu. ALLAH telah melarang kamu mengambil
riba (bunga uang) dan karena itu sejak saat ini semua kewajiban bunga uang
harus dihapuskan. Tetapi, modal pokokmu adalah milikmu yang boleh engkau
simpan. Janganlah kamu menyebabkan atau menderita karena ketidakadilan.
ALLAH telah memutuskan bahwa tidak ada bunga uang dan bahwa semua bunga uang
yang terhutang dari Abbas Ibn' Abdul Muthalib sejak saat ini harus
dihapuskan. Setiap hak yang timbul dari pembunuhan dalam masa pra-Islam
hapus sejak saat ini dan hak pertama yang aku hapuskan adalah yang berasal
dari pembunuhan Rabiah ibn Al-Haritibn.


Wahai manusia, tidak beriman orang-orang yang mempermainkan aturan untuk
menghalalkan yang telah dilarang oleh ALLAH, dan untuk melarang yang sudah
diizinkan ALLAH. Dengan nama ALLAH, terdapat dua belas bulan (dalam
setahun). Empat diantaranya suci. Tiga dari empat bulan ini berturut-turut,
dan satu terletak diantara bulan Jumada dan Sha'ban.


Hati-hatilah terhadap setan demi keselamatan agamamu. Dia telah kehilangan
semua harapan untuk dapat menjerumuskanmu dalam kesalahan-kesalahan yang
besar, karena itu hati-hatilah agar tidak mengikutinya dalam hal-hal kecil.


Wahai manusia, benar bahwa kamu memiliki hak-hak tertentu atas
wanita-wanitamu, tetapi mereka juga punya hak-hak atas engkau. Ingatlah
bahwa kamu mengambil mereka sebagai istrimu hanya dengan kepercayaan ALLAH
dan dengan izinNYA. Jika mereka mematuhi hak-hakmu maka mereka berhak atas
makanan dan pakaian yang diberikan dengan kebaikan. Perlakukanlah
wanita-wanitamu dengan hormat dan baik karena mereka adalah pasangan dan
penolongmu yang setia. Dan menjadi hakmu untuk menentukan agar mereka tidak
berkawan dengan orang-orang yang tidak engkau setujui, dan agar mereka tidak
menjadi nakal.


Wahai manusia, dengarkan aku dengan sungguh-sungguh, beribadahlah kepada
ALLAH, shalatlah lima waktu dalam sehari, puasalah dalam bulan Ramadhan, dan
berikanlah hartamu dalam bentuk zakat. Kerjakan haji jika kamu mampu. Semua
manusia berasal dari Adam dan Hawa, seorang Arab tidak memiliki kelebihan
diatas non-Arab, dan seorang non-Arab tidak memiliki kelebihan diatas Arab;
juga seorang putih tidak memiliki kelebihan diatas seorang hitam, tidak juga
seorang hitam memiliki kelebihan atas orang putih, kecuali dalam ketakwaan
dan ibadahnya. Camkanlah bahwa setiap muslim adalah saudara bagi setiap
muslim dan bahwa umat Islam merupakan suatu persaudaraan. Tidak boleh harta
seorang muslim menjadi hak seorang muslim lain kecuali jika sudah diberikan
secara suka rela dan ikhlas. Karena itu, jangan lakukan perbuatan tidak adil
pada dirimu sendiri.


Ingatlah, suatu hari kamu akan berhadapan dengan ALLAH dan
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakanmu. Karena itu, berhati-hatilah,
jangan keluar dari jalan kebenaran setelah aku tiada.


Wahai manusia, tidak ada nabi atau rasul yang akan datang sesudahku dan
tidak ada agama baru yang akan lahir. Karena itu, wahai manusia, berpikirlah
dengan baik dan pahamilah kata-kata yang kusampaikan kepadamu. Aku
tinggalkan dua hal: Al Quran dan Sunnah, contoh-contoh dariku; dan jika kamu
ikuti keduanya kamu tidak akan pernah tersesat.


Semua yang mendengarku harus menyampaikan kata-kataku kepada yang lain, dan
orang-orang tersebut kepada yang lainnya lagi; dan semoga orang terakhir
yang mendengarnya memahami kata-kataku lebih baik daripada yang mendengar
dariku secara langsung. Ya ALLAH, jadilah saksiku bahwa aku telah
menyampaikan pesanMU kepada hambaMU.


(Diterjemahkan dari versi bahasa Inggris. Kalau benar itu dari ALLAH, kalau
keliru itu karena kelemahan saya pribadi. Semoga bermanfaat. Mubariq Ahmad,
13 Oktober 1996)

Read More!

Sunday, June 18, 2006

Ibnu 'Araby

Petikan dari Laman Web Hidayatullah.com
Ibnu 'Araby
SYEIKHUL AKBAR DAN IMAM PARA FILSUF SUFI
Dunia Islam telah melahirkan para tokoh besar dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bahkan diantaranya tak bisa ditandingi oleh tokoh-tokoh cendekiawan dari dunia luar, baik ahli hukum, filsuf maupun para fisikawan dan astronom serta matematikawannya. Dunia Barat sungguh berutang budi pada dunia Islam, karena transfer pengetahuan abad pertengahan senantiasa melalui interpretasi cendekiawan Muslim.
Tokoh paling unik, filsuf besar, ahli tafsir paling teosofik, dan seorang imam para filsuf sufi setelah Hujjatul Islam al-Ghazali, seorang ulama Islam yang jumlah karya-karyanya tak tertandingi oleh ulama Islam mana pun. Ia adalah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatim, saudara Ady bin Hatim ath-Tha'y. Kemudian ia biasa dipanggil dengan Abu Bakr, Abu Muhammad dan Abu Abdullah. Namun gelarnya yang terkenal adalah Ibnu 'Araby Muhyiddin, dan al-Hatamy. Selain itu, ia juga mendapat gelar sebagai Syeikhul Akbar, danSang Kibritul Ahmar. Walaupun lahir di Andalusia, namun bernasab Arab.
Ibnu 'Araby lahir kedunia bertepatan tanggal 17 Ramadhan, hari Senen, tahun 560 H. Atau tanggal 29 Juli 1165 M. di kota Marsia, Ibu kota Andalusia Timur, sebuah kota yang banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama, cendekiawan dan penyair besar Islam. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga sufi, ayahnya tergolong seorang ahli zuhud, sangat keras menentang hawa nafsu dan materialisme, menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan yang masing-masing membentuk ideologi kehidupan dan tingkah psikologis sehari-harinya. Kelak dari keluarga inilah lahir filsuf besar, dan imam para sufi agung yang belum tertandingi dalam dunia Islam.
Ibunya adalah Nurul Anshariyah. Sungguh ibunda agung ini, menyusui putranya dengan air susu taqwa, menyuapinya dengan suapan mahabbah, mendidikknya lahir dan batin, hingga mencapai karakter dimana jiwa ibunda telah berpisah dari kemanusiaan menuju karakter uluhiyah. Suatu ketika, sufi besar Fathimah dari Kordoba berkata kepadanya, "Wahai Nurul Anshariyah, anakmu ini, adalah "ayahmu", didiklah dengan baik dan jangan kau batasi." Ibunda Ibnu 'Araby tidak terkejut dengan kata-kata itu, dan ia terima dengan penerimaan yang baik.
Pada tahun 568 H keluarganya pindah dari Marsia ke Isybilia. Maka di kota baru ini, terjadi transformasi pengetahuan dan kepribadian Ibnu 'Araby. kepribadian sufi, intelektualisme filosufis, fiqh dan sastra. Karena itu kelak, selain sebagai filsuf sufi, Ibnu 'Araby juga dikenal sebagai ahli tafsir, hadist, fiqh, sastra dan filsafat, bahkan astrolog dan kosmolog.
Ibnu 'Araby belajar al-Qur'an dengan qira'at sab'ah dari beberapa guru seperti: Abu Bakr bin Muhammad bin Khalaf al-Lakhmy; Abul Qasim asy-Syarrath dan dari Ahmad bin Abi Hamzah. Sementara untuk mendalami bidang fiqh dan hadist ia menekuni fiqh mazhab Ibnu Hazm adz-Dzahiry dan mazhab Imam Malik, pada beberapa guru seperti Ali bin Muhamamd ibnul Haq al-Isybili, Ibnu Zarqun al-Anshary dan Abdul Mun'im al-Khazrajy.
Dalam majelis-majelis lainnya, ia tak pernah ketinggalan menekuni suatu kitab kecuali membaca keseluruhan. ''Aku mempelajari kitab-kitab antara lain, al-Imta' wal-Mu'anasah karya Abu Hayyan at-Tauhidy, kitab Al-Mujalasah karya Dinawari, kitab Bahjatul Asrar, karya Imam Ibnu Jahadhah, kitab Al-Mubtada' karya Ishaq bin Bisyr, kitab Dalailun Nubuwwah, karya Ibnu Nu'aim, kitab As-Sirah karya Ibnu Hisyam, kitab Shafwatus Shafwah karya Ibnul Jauzy, Musnad asy-Syihab karya Ibnu Salamah al-Qadha'y, Al-Musnad karya al-Azraqy, Al-Musnad, karya Ibnu Hanbal, As-Sunan, karya Sijistany, Shahih Muslim, al-Bukhari, dan At-Tirmidzy...''
Toh dari sekian Imam dan kitab itu, Ibnu 'Araby tidak bertaklid sama sekali pada mereka. Ia termasuk tokoh yang (karena kapasitas ijtihadnya) menolak taklid. Bahkan ia membangun metodologi yang orisinal dalam menafsirkan al-Qur'an dan Sunnah yang berbeda dengan metode yang ditempuh para pendahulunya. Hampir seluruh penafsirannya diwarnai dengan penafsiran teosofik yang sangat cemerlang. "Kami menempuh metode pemahaman kalimat-kalimat yang ada itu. Dimana hati kami kosong dari kontemplasi pemikiran, dan kami bermajelis dengan Allah di atas hamparan adab, muraqabah, hudhur dan bersedia diri untuk menerima apa yang datang pada kami dari-Nya, sehingga Al-Haqq benar-benar melimpahkan ajaran bagi kami untuk membuka tirai dan hakikat.... dan semoga Allah memberikan pengetahuan kepada kalian semua..." Demikian kata Ibnu 'Araby.
THARIQAT KEPADA ALLAH SWT.
Pada akhirnya, Ibnu 'Araby menempuh jalan halaqah sufi dari beberapa Syeikhnya. Sebagaimana diakuinya dalam kitabnya yang paling monumental Al-Futuhatul Makkiyah, ia mendalami dunia sufi dari beberapa syeikh yang memiliki disiplin spiritual yang beragam. Ibnu 'Araby pergi dari satu tempat ke tempat lainnya, meninggalkan keinginan duniawi dan kenikmatannya. Ia menemui para tokoh yang benar-benar jujur menepati janji Allah, yang tidak dialpakan oleh bisnis dan jual beli, hingga lalai dzikir kepada Allah. Ibnu 'Arabi berdzikir dan menghayati seluruh wirid mereka, hingga ruhnya meyangga ke atas derajat iluminasi dan emanasi yang kemudian melahirkan imajinasi yang dahsyat dalam dirinya, terurai dalam ratusan karyanya.
Usia 20 tahun, usia remaja penuh gejolak. Tapi Ibnu 'Araby telah matang dalam kepribadian intelektual dan moralnya. Usia inilah Ibnu 'Araby telah menjadi sufi. Ia berkata:
"Thariqat sufi ini dibangun di atas empat cabang: Bawa'its (instrumen yang membangkitkan jiwa spiritual); Dawa'i (pilar pendorong ruhani jiwa); Akhlaq dan Hakikat-hakikat. Sedangkan pendorong itu ada tiga hak: hak Allah, adalah hak untuk disembah oleh hamba-Nya dan tidak dimusyriki sedikitpun. Hak hamba terhadap sesamanya, yakni hak untuk mencegah derita terhadap sesama, dan menciptakan kebajikan pada mereka. Dan (terakhir) hak hamba terhadap diri sendiri, yaitu menempuh jalan (thariqat) yang didalamnya kebahagiaan dan keselamatannya."
Pada hak Allah (pertama) bisa dilacak secara sempurna pada seluruh karya Ibnu 'Araby. Dimana tauhid dijadikan sebagai konsumsi, iman sebagai cahaya hati, al-Qur'an sebagai akhlaknya. Kemudian naik ke tahap, dimana tak ada lagi selain al-Haqq (Allah swt.) Karakter Ibnu 'Araby senantiasa naik dan naik ke wilayah yang luhur, rahasianya senantiasa bertambah rindu, dan hatinya jernih semata hanya bagi al-Haqq, rahasia batinnya bermukim menyertai-Nya tak ada yang lain yang menyibukkan dirinya kecuali Tuhannya.
Ibnu 'Araby menggunakan kendaraan mahabbah, bermazhab ma'rifah, dan berwushul tauhid. Ubudiyah dan iman satu-satunya hanyalah kepada Allah Yang Esa dan Maha Kuasa, Yang Suci dari pertemanan dan peranakan. Raja tanpa tanding, Pencipta dan Pengatur, Maujud dengan Dzat-Nya tanpa butuh pada pewujud-Nya. Bahkan seluruh yang wujud membutuhkan-Nya. Seluruh alam semesta wujud karena Wujud-Nya, dan hanyalah Dia yang berhak disifati sebagai Wujud. Yaitu Wujud Mutlak dengan sendiri-Nya tanpa batas. Dia bukan inti atom, bukan jasad, bukan arah dan suci dari dimensi, arah dan wilayah. Namun bisa dilihat oleh hati dan mata hati.

Read More!

Monday, June 12, 2006

Apakah Tuhan itu Ada?

Alkisah ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri paman Sam kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, kyai atau siapapun yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan seorang kyai

Tanya Pemuda : Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya? Jawab Kyai : Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda Tanya Pemuda : Anda yakin? sedang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menJawab pertanyaan saya.
Jawab Kyai : Insya Alloh saya akan mencoba sejauh kemampuan saya Tanya Pemuda : Saya punya 3 buah pertanyaan

Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wujud Tuhan kepada saya
Apakah yang dinamakan takdir ?
Kalau syetan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syetan Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba Kyai tersebut menampar pipi si Pemuda dengan keras.

Tanya Pemuda (sambil menahan sakit): Kenapa anda marah kepada saya?
Jawab Kyai : Saya tidak marah…Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 buah pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti
Tanya Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Jawab Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit
Tanya Kyai : Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?
Jawab Pemuda : Ya
Tanya Kyai : Tunjukan pada saya wujud sakit itu !
Jawab Pemuda : Saya tidak bisa
Kyai : Itulah Jawab an pertanyaan pertama: kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Tanya Kyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
Jawab Pemuda : Tidak
Tanya Kyai : Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?
Jawab Pemuda : Tidak
Kyai : Itulah yang dinamakan Takdir
Tanya Kyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Jawab Pemuda : kulit
Tanya Kyai : Terbuat dari apa pipi anda?
Jawab Pemuda : kulit
Tanya Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Jawab Pemuda : sakit
Kyai : Walaupun Syeitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, Jika Tuhan berkehendak maka Neraka akan Menjadi tempat menyakitkan untuk syeitan.

Terima kasih mudah-mudahan apa yang saya tadi tuliskan menjadi dorongan untuk lebih mempercayai keberadaan Tuhan, Insya Allah ridhanya akan di anugrahkan kepada kita semua. Amiiin

Cerita di atas, cukup menarik meskipun tidak mendefinisikan dengan jelas pertanyaan pemuda tadi, namun setidaknya menjelaskan sebuah dialektika berpikir yang ditesakan dengan cara sangat sederhana pula.
Tulisan ini saya kutip kembali dari febian.net, sumber asli tidak diketahui.

Read More!

Monday, June 05, 2006

Al Qur'an menjelaskan tentang Fe

QS 11:1 Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
QS 11:14. Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?

Pernyataan pada ayat di atas sangatlah menarik. Disampaikan bahwa ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan terperinci yang disusun dari Allah yang maha bijaksana dan maha tahu. Seterperinci apakah?, sedalam apakah?. Kita manusia dengan segala peradabannya, belum tentu mampu menyingkap semua keterperinciannya, bahkan mungkin sampai hari penghacuran tiba. Yang menarik Surat Besi pada Al Qur’an ini memiliki kesesuaian antara kenyataan tentang besi dan susunan ayat, penempatan, dan lain-lainnya pada surat besi. Ayat yang tersaji seolah memerincikan tentang Besi. “Miracle” ini kemudian dipahami setelah ilmu pengetahuan memahami tentang unsur Besi ini. Kadang, terpikir oleh saya, apakah para ilmuwan Islam (jika memang punya kemampuan dan semangat meneliti) memiliki juga kemampuan untuk memahami ayat lebih dari sekedar menghubung-hubungkan, tapi memang menemukan sesuatu yang baru dan kemudian menerapkannya ?.

Berikut ini saya kutipkan tulisan buku karya Arifin Muftie MATEMATIKA ALAM SEMESTA Bab 9 yang bukunya diterbitkan oleh PT Kiblat Buku Utama Bandung, 2004. Perihal unsur logam besi ini juga, kalau saya tak salah merupakan kutipan (tapi saya lupa sumbernya aslinya). Berikut ini, bagian yang penting mengulas tentang unsur ini :
Surat Besi (Hadid) turun di antara masa-masa Perang Uhud, pada awal terbentuknya Negara Islam di Medinah. Oleh karena itu, bisa dipahami jika cukup banyak ayat yang memerintahkan pembaca untuk menafkahkan harta bagi kepentingan umum. Nama surat terambil dari kalimat wa anzalnal-hadida, ayat 25. Ayat seperti ini, menurut pandangan Malik Ben Nabi, laksana "kilauan anak panah" yang menarik perhatian bagi kaum ber¬akal; yang diselipkan di antara pelajaran-pelajaran yang menyangkut ketuhanan.

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa." (al-Hadid 57: 25).


Karakter pertama yang menarik perhatian adalah banyak penafsir menghindari terjemahan wa ansalnal-hadida dengan "Kami ciptakan besi", padahal secara intrinksik seharusnya. "Kami turunkan besi", sebagaimana terjemahan "Kami turun¬kan bersama mereka al-Kitab dan mizan (keadilan, keseimbangan, keselarasan, kesepadanan)". Mengapa demikian? Karena dalam bayangan mufasir klasik, bagaimana caranya besi diturunkan dari langit? Apakah dijatuhkan begitu saja?

Namun seiring dengan perkembangan waktu, pengetahuan manusia bertambah. Ilmuwan seperti Profesor Armstrong dari NASA atau Mohamed Asadi berpandangan bahwa "memang besi diturunkan dari langit".

Sains memberikan informasi kepada kita bahwa besi termasuk logam berat tidak dapat dihasilkan oleh bumi sendiri.

Elemen Berat Besi, Fe-57

Karakter ketiga berhubungan dengan elemen kimia dalam tabel periodik. Kita tidak mungkin menafsirkan Surat Besi tanpa "membedah" elemen kimia besi berikut karakterisistiknya, yang berhubungan dengan kata al- hadid. Tanpa mengenal sifat¬sifat besi, pembaca tidak akan mengetahui "keindahan" Surat Besi ini, yang diletakkan pada nomor 57.

Nilai kata atau al-jumal al-hadid adalah 57. Terdiri dari a! (31) dan hadid (26). Tabel al-jumal bisa dilihat pada Tabe15.4.

Alif = 1, Lam = 30, Ha' = 8, Dal= 4, Ya' = 10, Dal = 41 + 30 + 8 + 4 + 10 + 4 = 31 + 26 = 57.

Fakta Pertama

Fakta menunjukkan bahwa besi atau al-hadid mempunyai nilai (al-juntal) 57, sama dengan nomor suratnya, atau (19 x 3). Kelipatan 19 dengan koefisien angka 3.

Besi, menurut Peter Van Krogt ahli elementimologi, telah lama digunakan sejak zaman prasejarah, 7 generasi sejak Adam as. Besi adalah salah satu elemen berat, dengan simbol Fe, atau ferrum, yang berarti "elemen suci" dari kata Iren (Anglo-Saxon). Diberi nama ferrum, ketika pemerintahan Romawi, kaisar Roma yang bernama Marcus Aurelius dan Commodus menghubung¬kan dengan mitos Planet Mars. Ilmu kimia modern mengatakan bahwa besi atau Fe ini mempunyai 8 isotop, di mana hanya 4 isotop saja yang stabil, yaitu dengan simbol Fe-54, Fe-56, Fe-57, dan Fe-58 (lihat Tabel 9.1).

ISOTOP BESI

Isotop Waktu Paruh Isotop Waktu Paruh
Fe-.52 8.3 jam FP-57 Stabil
Fe-54 Stabil Fe-58 Stabil
Fe-55 2.7 tahun Fe-59 54.5 hari
Fe-56 Stabil Fe-60 1.500.000 tahun

Besi mempunyai nomor atom 26, posisinya terletak di tengah-tengah tabel periodik. Sedangkan Fe-57, salah satu isotop besi yang stabil mempunyai 31 neutron. Ini berbeda dengan isotop stabil lainnya, misalnya Fe-56 mempunyai 30 neutron dan Fe-58 mempunyai 32 neutron. Fe-57 juga diketahui mempunyai "ionisasi energi" tingkat ke-3, sebesar 2957 jk/mol (dibulatkan), energi yang keluar untuk mengubah status Fe+2 ke Fe+3. Besi sendiri mempunyai 4 tingkatan energi--itulah mengapa hanya 4 isotop saja yang stabil. Terakhir yang tidak kalah penting, Fe-57 jdga diketahui mempunyai massa atom sebesar 56,9354.

Fakta Kedua

Begitu kita mengenal karakterisitik besi, kita mendapat gambaran banyak hal, misalnya:
• Salah satu isotop besi yang stabil, Fe-57, mempunyai nomor simbol sama dengan nomor Surat al-Hadid, dan al-jumal dari al-hadid adalah 57 juga.
• Besi mempunyai nomor atom 26, ditunjukkan oleh al-jumal kafa hadid.
• Fe-57 mempunyi elektron 31 buah, ditunjukkan oleh al¬jumal dari kata "al".
• Koefisien 3, dari (19 x 3), ditunjukkan dengan ionisasi tingkat energi ke-3 yang dilepas sebesar 2957 jk/mol. Surat al Hadid mempunyai ayat berjumlah 29 buah atau kodetifikasi 2957.
• Peneliti al-Qur'an dari kelompok Fakir 60 di Amerika Serikat menjelaskan bahwa banyaknya kata dalam surat ini seluruhnya adalah 574 kata, sedangkan banyaknya kata dari awal surat sampai dengan ayat ke-25 (kata pertama) adalah 451. Bilangan 574 menunjukkan "Fe-57 adalah salah satu isotop yang stabil dari 4 isotop yang ada" atau berarti juga "yang mempunyai 4 tingkatan energi".
• Bilangan 451, banyaknya kata, adalah jumlah bilangan nomor simbol kedelapan isotop besi: Fe-52, Fe-54, Fe-55, Fe¬56, Fe-57, Fe-58, Fe-58, sampai Fe-60; yaitu 52 + 54 + 55 + 56 + 57+ 58 + 59 + 60 = 451.
• Enkripsi pada keempat isotop stabil, Fe-54, Fe-56, Fe-57, dan Fe-58 merupakan kelipatan 19 atau: 54565758 = 19 x 2871882
• Demikian juga massa atom Fe-57, 56.9354 adalah: 569354 = 19 x 29966
• Bukan suatu kebetulan, jika nomor surat dan nomor ayat besi (QS 57: 25) ditunjukkan dengan angka 19.

5+7+2+5=19.

• Bukan pula suatu kebetulan jika Surat Besi diletakkan di tengah-tengah al-Qur'an, sebagaimana elemen besi nomor 26 terletak di tengah-tengah tabel periodik.
• Dari sisi matematika, angka 57 clan 29 tergolong ajaib ka¬rena angka-angka tersebut merupakan:
• 57x29= 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 +...+ 57 atau (19 x 87)
Kata "besi" dalam al-Qur'an disebut 9 kali dalam 6 ayat yang berbeda. Surat Besi ini menunjukkan keistimewaannya dengan berbagai cara, di antaranya adalah besi diturunkan secara intrinksik dari langit melalui meteorit pada awal terbentuknya bumi, miliaran tahun yang lalu. Besi diketahui mempunyai kekuatan yang dahsyat: inti besi dan nikel membentuk perisai medan magnet bumi dengan energi yang luar biasa untuk menahan solar flares dan badai magnetik angkasa. Sedangkan nomor surat 57 sama dengan al-jumal dari al-hadid (57). Surat ini juga memperlihatkan karakter Fe-57, salah satu isotop besi yang stabil. Selain itu, ditunjukkan dengan kodetifikasi nomor atom (26) dan jumlah elektron (31) yang mengelilingi inti atom besi. Kodetifikasi surat dan ayat juga ditunjuk¬kan dengan jumlah digit nomor surat dan ayat besi (al-Hadid 57: 25), yaitu bilangan 19.
Subhanallah, alangkah rapinya, Allah menyusun penjelasan melalui wahyuNya. Tidak ada manusia yang menyusun suatu uraian pada suatu objek dengan rangkaian yang menjelaskan setiap huruf dan posisinya justru pada objek itu sendiri. Memang benarlah, tantangan Allah kepada musia dan jin, tak akan mampu membuat satu surat pun, meskipun saling tolong menolong. Penyusunannya menggunakan ilmu Allah yang tak terpesepsikan luasnya oleh ciptaanNya.

Read More!

Sunday, June 04, 2006

Dunia ini Hanyalah Main-main belaka

Dunia yang penuh tantangan, perjuangan, sukses dan berhasil, dan segalanya kerap kita curahkan kepada isi dunia. Seluruh pemikiran, kerja keras, dan peningkatan peradaban dicurahkan segenap manusia dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun demi tahun untuk meningkatkan kualitas hidup. Dalam kitab wahyu, Allah menyampaikan sebuah perbandingan untuk dipikirkan :

QS 6: 32. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
QS 29:64. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
QS 47:36. Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.

Salah satu penjelasan yang mungkin (?) adalah pemahaman kita terhadap apa yang kita lihat melalui otak kita, tidak lebih dan tidak kurang adalah pemahaman indera tubuh kita terhadap dunia di luar kita yang diterima sebagai data digital yang masuk ke otak, kemudian otak memproses dan jadilah citra atau resume yang kemudian muncul dalam otak kita. Di sini dipisahkan antara citra yang dihasilkan oleh otak kita dengan objek sesungguhnya. Misalnya, jika kita melihat burung (seperti dijelaskan dalam situs www.harunyahya .com) maka objek burung itu masuk melalui mata kita mengalir ke otak sebagai data digital dan diproses membentuk citra (bayangan) yang sama dengan burung yang kita lihat. Jadi yang kita lihat, sesungguhnya adalah objek hasil pengolahan otak kita yang dibaca oleh ruh. Pengertiannya kurang lebih seperti proses yang diolah oleh CPU komputer (yang menjadi otak) dan menghasilkan citra (pada layar komputer), dan user (ruh) yang membaca/melihat hasil pengolahan itu. Karena itu, objek yang kita lihat itu, sesungguhnya adalah sebentuk objek yang betul-betul berada pada otak kita, bukanlah objek yang sesungguhnya. Andaikan otak kita itu disuguhkan informasi serupa melalui jaringan kabel ke otak, tentu akan itu pula yang dipercaya oleh otak kita sebagai objek yang dilihatnya.

Pada posisi itukah, maka adanya wahyu di atas agar kita merenungkannya?. Apakah ini juga bagian kecil dari pemahaman Wahdatul Wujud?. Inikah yang dipahami sesungguhnya dunia ini adalah senda gurau belaka, apakah kita sedang ''tertipu'' ketika kita mempercayai seluruh objek yang kita lihat dan rasakan. Dunia itu, sesungguhnya berada dalam persepsi yang dipahami oleh ‘ruh’ ketika membaca ‘otak’ fisisnya. Wallahu alam.

Read More!