Thursday, November 02, 2006

matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam

18. Al Kahfi:86. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam[1] di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat[2]. Kami berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan[3] terhadap mereka.
CATATAN KAKI :
[1]. Maksudnya: sampai ke pantai sebelah barat di mana Dzulqarnain melihat matahari sedang terbenam.
[2]. Ialah umat yang tidak beragama.
[3]. yaitu dengan menyeru mereka kepada beriman
Ayat ini termasuk salah satu yang kerap diperolokan oleh orang yang tidak beragama Islam. Kok Al Qur'an memberikan info pengetahuan bahwa matahari tenggelam dalam laut berlumpur. Apa sang Nabi nggak tahu bahwa matahari itu tidak terbenam di laut?. Jelas ini adalah salah satu bukti bahwa Al Qur'an itu ucapan Muhammad belaka.
Cukup banyak akan kita jumpai pembahasan seperti ini dan dijadikan pula salah satu sebab untuk menolak kehadiran kitab akhir jaman ini.
Terlepas dari pro kontranya dan sumbernya. Saya hanya ingin berpikir logis saja, bahwa memang sih di sore hari matahari itu akan terlihat tampak tenggelam ke dalam laut. Ini sama sekali bukan soal sains atau bukti kebenaran sains. Al Qur'an menjelaskan pengelihatan seperti itu. Kata terlihat saya garis bawahi. Yang terlihat itu berbeda dengan yang sebenarnya. Terlihat itu adalah yang dipersepsikan oleh otak ketika mata melihat.

Coba saja kita bandingkan dengan kalimat atau kata-kata, seperti contoh berikut :
Kita lihat matahari sudah berada dibalik bukit. Lalu apa kita harus memposisikan bahwa ini menyalahi pengelihatan atau kita harus berpikir bahwa bukit bisa menyembunyikan matahari.
Kalau kita katakan dua garis sejajar berpotongan di tengah-tengah. Kita bingung. Tapi kalau kita berdiri di tengah-tengah jalan raya. Jelas kedua garis tepi jalan raya akan tampak berpotongan di tengah-tengah. Namun, yang jelas untuk memahami ayat-ayat seperti ini apalagi membanding-bandingkannya, jelas dibutuhkan sikap arif, tawadu. Kesolehan jelas harus dimiliki. Kalau nggak, petunjuk yang sama untuk orang berbeda memang cenderung akan dipahami dengan cara yang bisa saja sebaliknya.
Jadi karena alasan ini, maka rasanya risi juga membaca diskusi yang tidak karuan ujung pangkalnya. Tapi jelas mendebatnya untuk tujuan saling mengelaborasi untuk menghasut dan menyalahkan, jelas tidak ada manfaatnya. Tidak akan menjadikan kita bertambah mulia dengan segala kekotoran pada tubuh ini.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home