Monday, August 14, 2006

Konsep-konsep Kosmologis

oleh Achmad Baiquni
Telah banyak kitab yang ditulis ulama masyhur untuk menafsirkan ayat-ayat suci al-Qur'an --yang merupakan garis-garis besar ajaran Islam itu-- dengan menggunakan ayat-ayat lain di dalam kitab suci tersebut, sebagai bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan. Namun, dalam al-Qur'an sendiri, ciptaan Tuhan di seluruh jagad raya ini secara jelas disebutkan sebagai "ayat-ayat Allah", misalnya dalam surah 'Ali Imran 190 disebut, Sesungguhnya dalam ciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar). Karenanya, maka sebagai padanan untuk mendapatkan arti ayat-ayat al-Qur'an yang menyangkut al-Kaun dapat digunakan juga ayat-ayat Allah yang berada di dalam alam semesta ini.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidaklah mengherankan apabila ketetapan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang berisi konsep-konsep Kauniyah sangat bervariasi, tergantung pada pengetahuan mufassir tentang alam semesta itu sendiri. Untuk memberikan contoh yang nyata, kita dapat menelaah ayat-ayat berikut,
Dan tidakkah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa sama, [1] dan ardh [2] itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya (QS. al-Anbiya': 30. Dan sama' itu kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya kamilah yang meluaskannya (QS. al-Dzariyat: 47).
Seseorang yang hidup dalam abad 9 M akan mengatakan bahwa kata sama' artinya langit; pengertiannya ialah bahwa langit itu adalah sebuah bola super raksasa yang panjang radiusnya tertentu, yang berputar mengelilingi sumbunya. Dan pada dindingnya tampak menempel bintang-bintang yang gemerlapan di malam hari. Bola ini dikatakan mewadahi seluruh ruang alam dan segala sesuatu yang berada di dalamnya. Ia merasa yakin bahwa persepsinya mengenai langit itulah yang sesuai dengan apa yang dapat diamati setiap hari, kapan pun juga. Bintang-bintang tampak tidak berubah posisinya yang satu terhadap yang lain, dan seluruh langit itu berputar-putar dalam satu hari (siang dan malam).
Apa yang kiranya dapat kita harapkan dari orang ini andaikata ia diminta memberikan penafsiran (bukan sekadar salinan kata-kata) ayat-ayat tersebut? Tentu saja ia akan memberikan interpretasi yang sesuai dengan persepsinya tentang langit, serta ardh yaitu bumi yang datar yang dikurung oleh bola langit. Dan mungkin sekali ia akan mengatakan bahwa ayat 30 surah al-Anbiya' itu melukiskan peristiwa ketika Tuhan menyebutkan langit menjadi bola, setelah ia sekian lama terhampar di permukaan bumi seperti layaknya sebuah tenda yang belum dipasang. Dapat kita lihat dalam kasus ini bahwa konsep kosmologis dalam al-Qur'an, mengenai penciptaan alam semesta, yang dikemukakan orang itu sangatlah sederhana. Dan itu tidaklah benar, karena konsepsinya tidak mampu mengakomodasikan gejala yang dinyatakan ayat 4 surah al-Dzariyat.
Sebuah langit yang berbentuk bola dengan jari-jari tertentu bukanlah langit yang bertambah luas. Apalagi kalau ia melingkupi seluruh ruang kosmos beserta isinya; tidak ada lagi sesuatu yang lebih besar daripadanya. Pada hemat saya, sesuatu konsepsi mengenai alam semesta yang benar harus dapat dipergunakan untuk menerangkan semua peristiwa yang dilukiskan ayat-ayat dalam kitab suci; ia harus sesuai dengan konsep-konsep kosmologis dalam al-Qur'an. Untuk mendapatkan konsepsi yang benar itu pada hakekatnya telah diberikan petunjuk sang pencipta misalnya dalam ayat 101 surah Yunus, Katakanlah (wahai Muhammad), Perhatikanlah dalam intighon apa yang ada di sama' dan di ardh (QS. Yunus: 101). Dalam teguran ayat 1 dan 18 dalam surah al-Ghasyiyah, Maka apakah mereka itu tak memperhatikan onta-dalam intighon, bagaimana ia diciptakan. Dan sama', bagaimana ia ditinggikan. (QS. al-Ghasyiyah: 1 dan 18). Serta dalam ayat 190 dan 191 surah Ali Imran, Sesungguhnya dalam penciptaan sama' dan ardh, serta silih bergantinya siang dan malam, terdapat ayat-ayat bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar). Yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan pikirkan tentang penciptaan sama' dan ardh, wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia; Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa azab neraka. (QS. Ali Imran: 190 dan 191).
Dengan diikutinya perintah dan petunjuk ini, maka muncullah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif belaka, seperti yang berkembang di lingkungan Yunani, tapi mempunyai ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-dasar sains. Penerapan metode ilmiah ini, yang terdiri atas pengukuran teliti pada observasi dan penggunaan pertimbangan yang rasional, telah mengubah astrologi menjadi astronomi. Karena telah menjadi kebiasaan para pakar menulis hasil penelitian orang lain, maka tersusunlah himpunan rasionalitas kolektif insani yang kita kenal sebagai sains. Jelaslah di sini bahwa sains adalah hasil konsensus di antara para pakar.
Kita ingat ayat 3, 4 dan 5 surah al-'Alaq, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar dengan qalam. [3] Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya. Penalaran tentang "bagaimana" dan "mengapa", yang menyangkut proses-proses alamiah di langit itu, menyebabkan timbulnya cabang baru dalam sains yang dinamakan astrofisika, yang bersama-sama astronomi membentuk konsep-konsep kosmologi. Meskipun ilmu pengetahuan keislaman ini tumbuh sebagai akibat dari pelaksanaan salah satu perintah agama, kiranya perlu kita pertanyakan apakah benar konsep kosmologi yang berkembang dalam sains itu sejalan dengan apa yang terdapat dalam al-Qur'an. Sebab obor pengembangan ilmu telah mulai berpindah tangan dari umat Islam kepada para cendekiawan bukan Islam sejak pertengahan abad ke 13 sampai selesai dalam abad 17, sehingga sejak itu sains tumbuh dalam kerangka acuan budaya, mental dan spiritual yang bukan Islam, dan yang memiliki nilai-nilai tak Islami.
Mari kita kaji sambil menelusuri perkembangan ilmu kealaman sejak akhir abad 19 hingga akhir abad 20, ketika ia berjalan sangat cepat, jauh melampaui kelajuannya dalam abad-abad sebelumnya, sejalan dengan kecanggihan instrumentasi yang dipergunakan dalam observasi dan matematika sebagai sarana komputasi. Kita akan menemukan bahwa pada tahap-tahap tertentu ia tampak tidak sesuai dengan ajaran agama kita, sedangkan dalam fase-fase lain menghasilkan kesimpulan yang sehaluan dengannya.
Seseorang yang hidup pada akhir abad 19, yang telah mengetahui melalui kegiatan sainsnya, bahwa bintang-bintang di langit jaraknya dari bumi tidak sama, dan bahkan mampu mengukur jarak itu dan mengatakan berapa massanya, tak lagi akan mengatakan, langit itu sebuah bola super raksasa. Ia akan mengatakan, langit adalah ruang jagad-raya, yang di dalamnya terdapat bintang-bintang, sebagian diikuti satelitnya, dan ada bintang-bintang kembar dan gerombolan-gerombolan bintang dalam galaksi kita yang disebut Bimasakti. Karena konsep kosmologi yang berlaku waktu itu berasal dari Newton, ia akan mengatakan juga bahwa bola super besar yang mewadahi seluruh ruang kosmos itu tidak ada sebab baginya ruang jagad-raya ini tak berhingga besarnya dan tidak mempunyai batas.
Sudah tentu konsep kosmologi sains abad yang lalu ini tidak sesuai dengan konsep al-Qur'an, karena tak dapat mengakomodasi peristiwa yang: dilukiskan ayat 30 surah al-Anbiya' dan ayat 47 surah al-Dzariyat. Lebih dari itu bahkan bertentangan dengan ajaran agama kita; sebab alam semesta yang tak terbatas dan tak berhingga besarnya, dianggap tak berawal dan tidak berakhir. Dan kita akan melihat sepanjang pertumbuhan sains selanjutnya bahwa ide-ide semacam ini, yang mengandung konsepsi tentang alam yang langgeng, ada sejak dulu dan akan ada seterusnya, selalu timbul-tenggelam. (Karena itu, maka saya selalu menganjurkan agar umat Islam yang ingin mengejar ketinggalan mereka dalam sains dan teknologi akhir-akhir ini bersiap-siap mengadakan langkah-langkah pengamanan dengan meng-Islamkan sains, sehingga sains kembali dapat berkembang dalam kerangka sistem nilai yang Islami).
Dari uraian di atas bahwa konsep kosmologi sains pada abad ke 19 gagal total dan sama sekali tak mampu menerangkan apa yang terkandung dalam dua ayat tersebut di atas. Padahal mereka baru merupakan sebagian saja dari ayat-ayat al-Qur'an yang berisi konsep-konsep kosmologi. Kita dapat juga mengemukakan beberapa ayat lainnya sebagai berikut,
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan sama', dan ia penuh dukhon [4], lalu Dia berkata kepadanya dan kepada ardh, Datanglah kalian mematuhi-Ku dengan suka atau terpaksa; keduanya menjawab: kami datang dengan taat (QS. Fushshilat: 11)
Maka Dia menjadikannya tujuh sama' dalam dua hari, dan Dia mewahyukan kepada tiap sama' peraturannya masing-masing; dan kami hiasi langit dunia dengan pelita-pelita, dan Kami memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat: 12)
Allah-lah yang telah menciptakan tujuh sama' dan ardh seperti itu pula (QS. al-Thalaq: 12)
Allah-lah yang menciptakan sama' dan ardh dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada waktu itu pula bersemayam di arsy-Nya [5] (QS. al-Sajadah:4)
Dan Dialah yang telah menciptakan sama' dan ardh dalam enam hari, ada pun Arsy-Nya telah tegak pada ma' [6] untuk menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya (QS. Hud: 7)
Sesungguhnya Allah menahan sama' dan ardh agar jangan lenyap, dan sungguh jika keduanya akan lenyap dan tak ada siapa pun yang dapat menahan keduanya itu selain Allah; Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. Fathir: 41)
Pada hari Kami gulung sama' seperti menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah mulai awal penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji yang akan kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104)
Sekarang mari kira cari pengertian yang terdapat dalam ayat itu. Kita telah melihat dari contoh-contoh yang diberikan, bahwa dengan bekal pengetahuan abad 19 saja seseorang tak mungkin memahaminya; meski ia seorang pakar yang ulung sekali pun. Sebab konsepsinya tentang alam semesta memang salah hingga tidak cocok dengan apa yang ada dalam al-Qur'an.
Apa yang akan dikatakan oleh seorang kosmolog atau seorang fisikawan abad 20, jika ia ditanya tentang konsep kosmologi sains yang mutakhir yang dihasilkan penelitian para pakar? Secara garis besar, jawabnya kira-kira sebagai berikut: Konsepsi mengenai alam semesta ini sebenarnya mulai mengalami perubahan sejak tahun 1929 ketika Hubble melihat dan yakin bahwa galaksi-galaksi di sekitar Bimasakti menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak dari bumi; yang lebih jauh kecepatannya lebih besar, sehingga dalam sains terdapat istilah alam yang mengembang (expanding universe). Hal ini mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang paling laju akan berlari paling depan. Karena kelajuan dan jarak masing-masing galaksi dari bumi diketahui, tidak sulit untuk menghitung kapan mereka itu mulai berlari.
Pada tahun 1952 Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di seluruh jagad-raya yang cacahnya kira-kira 100 milyar dan masing-masing rata-rata berisi 100 milyar bintang itu pada mulanya berada di satu tempat bersama-sama dengan bumi, sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Materi yang sekian banyaknya itu terkumpul sebagai suatu gumpalan yang terdiri dari netron; sebab elektron-elektron yang berasal dari masing-masing atom telah menyatu dengan protonnya dan membentuk neotron sehingga tak ada gaya tolak listrik antara masing-masing elektron dan antara masing-masing proton. Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah materi itu ke seluruh ruang jagad-raya; peristiwa inilah yang kemudian terkenal sebagai "dentuman besar" (big bang).
Sudah barang tentu gumpalan sebesar itu tak pernah bergelimpangan di ruang kosmos; sebab gaya gravitasi gumpalan itu akan begitu besar sehingga ia akan teremas menjadi sangat kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang jari-jarinya hanya sebesar 2 sampai 3 kilometer dan massanya kira-kira 2 sampai 3 kali massa sang surya, dan bahkan lebih kecil dari lobang hitam (black hole) yang massanya jauh melebihi pulsar dan jari-jarinya menyusut mendekati ukuran titik. Gambarkan saja dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi dalam titik yang volumenya nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100 milyar bintang sebesar matahari dipaksakan masuk di dalamnya! Inilah yang biasa disebut sebagai singularitas. Jadi konsep dentuman besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa keberadaan alam semesta ini diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika tercipta ruang-waktu dan energi yang keluar dari singularitas dengan suhu yang tak terkirakan tingginya.
Para pakar berpendapat bahwa alam semesta tercipta dari ketiadaan sebagai goncangan vakum yang membuatnya mengandung energi yang sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya menjadi negatif. Vakum yang mempunyai kandungan energi yang luarbiasa besarnya serta tekanan gravitasi yang negatif ini menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas. Tatkala alam mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati 1.000 trilyun-trilyun derajat, pada umur 10-35 sekon, terjadilah gejala "lewat dingin". Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos kembali menjadi 1.000 trilyun-trilyun derajat, dan selurnh kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar biasa selama waktu 10-32 sekon. Ekspansi yang luar biasa cepatnya ini menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi.
Selama proses inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya satu alam saja yang muncul, tetapi beberapa alam; berapa? duakah? tigakah? atau berapa? para ilmuwan tidak tahu. Dan masing-masing alam dapat mempunyai hukum-hukumnya sendiri; tidak perlu aturannya sama dengan apa yang ada di alam kita ini. Karena materialisasi dari energi yang tersedia, yang berakibat terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di lokasi-lokasi tertentu terdapat konsentrasi materi yang merupakan benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam ini tidak seorang pun tahu; namun tatkala umur alam mendekati seper-seratus sekon, isinya terdiri atas radiasi dan partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel dan radiasi yang sangat rapat tetapi bersuhu sangat tinggi itu lebih menyerupai zat-alir daripada zat padat sehingga para ilmuwan memberikan nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon dan tiga menit terjadi proses yang dinamakan nukleosintesis; dalam periode ini atom-atom ringan terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur alam mencapai 700.000 tahun elektron-elektron masuk dalam orbit mereka sekitar inti dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi; pada saat itu seluruh langit bercahaya terang benderang dan hingga kini "cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang mikro.
Menurut perhitungan kami, alam semesta mempunyai dimensi 10; yaitu 4 buah dimensi ruang-waktu yang kita hayati, dan 6 lainnya yang tidak kita sadari, karena "tergulung" dengan jari-jari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi sebagai muatan listrik dan muatan nuklir. Dimensi yang kita hayati adalah dimensi yang, katakan saja, "terbentang" dan mengejawantah sebagai ruang-waktu. Kalau semua yang telah dirintis secara matematis ini mendapatkan pembenaran dari eksprimen atau observasi di alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang kita huni ini mempunyai kembaran (shadow world) yang sebenarnya berada di sekeliling kita, tapi tak dapat kita lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya gravitasi sedangkan hukum alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku di dunia ini.
Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang dikatakan itu adalah hasil mutakhir kegiatan penelitian dan saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus. Selama perjalanan mencari kebenaran itu, sebenarnya sains telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar kesalahannya, karena tak cocok dengan kenyataan, dan mendapatkan pembetulan. Saya akan mengungkapkan beberapa saja yang relevan, sebagai contoh.
Pertama, ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman bahwa ia memberi gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah oleh si-perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu itu; yaitu kosmos yang statis. Tapi langkah pembetulan itu mendapat tamparan, karena Hubble mengobservasi justeru jagad-raya ini berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis, tapi berekspansi.
Kedua, ketika gagasan Gamow tentang dentuman besar yang menjurus pada konsep alam semesta yang berawal dikumandangkan beberapa kosmolog yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan yang dikenal sebagai kosmos yang mantap (steady state universe) yang menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan tanpa akhir. Namun terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson dan Penzias pada 1964, telah mendorong para pakar mengakuinya sebagai kilatan dalam alam semesta yang tersisa dari peristiwa dentuman besar. Dengan demikian maka konsepsi yang berawal lebih dikukuhkan.
Ketiga, ketika dentuman besar tak dapat disangkal, beberapa ilmuwan mencoba mengembalikan keabadian kosmos dengan mengatakan, alam semesta ini berkembang-kempis (oscillating universe). Namun Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam yang berkelakuan seperti itu, meledak dan masuk kembali tak henti-hentinya tak berawal dan tak berakhir, entropinya besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak didukung kenyataan. Kita lihat bahwa hasrat mempertahankan konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu menemui kegagalan, karena tak sesuai dengan kenyataan yang terobservasi.
Bagaimana para fisikawan-kosmolog dapat mengatakan semuanya itu tanpa melihat sendiri kejadiannya? Sebenarnya mereka melihat dua gejala, yaitu ekspansi alam semesta dan radiasi gelombang mikro, yang mereka pergunakan untuk menelusuri kembali peristiwanya yang terjadi sekitar 15 milyar tahun lalu, seperti layaknya tim detektif yang ingin memecahkan sebuah misteri dengan menggunakan sekelumit abu rokok dan pecahan-pecahan gelas yang berserakan di sekitar tempat kejadian. Kalau para detektif itu cukup memakai penalaran logis saja, maka para pakar, di samping menggunakan pertimbanganpertimbangan rasional, harus melandasinya juga dengan pengetahuan sunnatullah, segenap peraturan Allah swt yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah al-Fath dinyatakan memiliki stabilitas, sebagai sunnat-u 'l-lah yang berlaku sejak dulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan pada sunnatullah itu.
Apakah para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada akhirnya? Ada dua pandangan yang dianut dalam sains yaitu, pertama, alam semesta ini "terbuka," sehingga ia akan berekspansi selamanya, dan kedua jagad raya ini "tertutup," sehingga pada suatu saat ekspansinya akan berhenti dan alam kembali mengecil untuk akhirnya seluruhnya mencebur kembali dalam singularitas, tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka tak tahu. Sebab mereka tak mempunyai informasi berapa sebenarnya massa yang terkandung dalam alam ini; sebagian massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan sebagian lagi dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino.
Qaul yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali semua galaksi yang bertebaran, karena bintang-bintang yang bercahaya dan materi antar bintang, yang terobservasi pengaruhnya, hanya dapat menyajikan sekitar 20 persen saja dari gaya yang diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis. Sedangkan qaul yang kedua mendasari pernyataannya dengan adanya neutrino- neutrino yang mereka percayai membawa sebagian besar dari massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis itu akan terlampaui.
Sekarang marilah kita gali konsep-konsep kosmologi dalam al-Qur'an, tidak dengan pengetahuan orang abad ke 9 atau ke 19 melainkan dengan pengetahuan seseorang dari abad 20. Saya akan menafsirkan ayat-ayat yang telah dicantumkan di atas, dan yang saya pilih di antara sekian banyak ayat yang mengandung konsep- konsep tersebut, sebagai berikut,
Dan tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa ruang waktu dan energi-materi itu dulu sesuatu yang padu (dalam singularitas), kemudian kami pisahkan keduanya itu (QS. al-Anbiya': 30)
Dan ruang waktu itu Kami bangun dengan kekuatan (ketika dentuman besar dan inflasi melandanya sehingga beberapa dari dimensinya menjadi terbentang) dan sesungguhnya Kamilah yang meluaskannya (sebagai kosmos yang berekspansi) (QS. al-Dzariyat: 47)
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan ruang-waktu dan ia penuh "embunan" (dari materialisasi energi), lalu Dia berkata kepadanya dan kepada materi: Datanglah kalian mematuhi (peraturan)-Ku dengan suka atau terpaksa; keduanya menjawab: Kami datang dengan kepatuhan. (QS. Fushshilat: 11).
Maka dia menjadikannya tujuh ruang-waktu (alam semesta) dalam dua hari, dan Dia mewahyukan kepada tiap alam itu peraturan (hukum alam)-nya masing-masing; dan kami hiasi ruang-waktu (alam) dunia dengan pelita-pelita, dan Kami memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (QS. Fushshilat: 12)
Allah-lah yang menciptakan tujuh ruang-waktu (alam semesta), dan materinya seperti itu pula. (QS. al-Thalaq: 12)
Allah-lah yang menciptakan ruang-waktu dan materi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada saat itu pula menegakkan pemerintahan-Nya (yang seluruh perangkat peraturannya ditaati oleh segenap mahluk-Nya dengan suka hati) (QS. al-Sajadah: 4)
Dan Dia-lah yang telah menciptakan ruang-waktu dan materi dalam enam hari, sedang pemerintahan-Nya telah tegak pada fase zat alir (yaitu sop kosmos) untuk menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalannya (QS. Hud: 7)
Sesungguhnya Allah menahan ruang-waktu (alam semesta) dan materi di dalamnya agar jangan lenyap (sebagai jagad-raya yang terbuka), dan sungguh jika keduanya akan lenyap tiada siapa pun yang dapat menahan keduanya selain Allah; sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. al-Fathir: 41)
Pada hari Kami gulung ruang-waktu (alam semesta) laksana menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah mulai awal penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji yang akan kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104).
Demikian konsep-konsep kosmologi yang dapat digali dari al-Qur'an sebagaimana saya melihatnya selaku orang yang berkecimpung dalam bidang sains. Mengatakan bahwa apa yang telah saya lakukan ini sebagai usaha menarik-narik al-Qur'an agar sejalan atau cocok dengan sains, hasil karya pikir manusia, adalah suatu tuduhan yang tak berdasar. Apa yang telah saya lakukan di sini bukanlah pembenaran (justification) sains dengan al-Qur'an; karena ada beberapa konsepsi sains yang telah saya tolak, karena tidak sesuai dengan al-Qur'an. Dan tidak pula saya menarik al-Qur'an agar sesuai dengan sains. Patokan saya adalah kebenaran kitab suci umat Islam, dan apa yang bertentangan dengannya saya tolak. Dan bukankah justeru Allah swt sendiri yang mengungkapkan adanya gejala ekspansi kosmos dan radiasi gelombang mikro kepada para ilmuwan, untuk membimbing mereka dari kesesatan dalam memahami ciptaanNya, hingga para ilmuwan yang setia kepada tradisi umat Islam, yang salaf, memeriksa ruang-waktu (alam semesta) serta materi di dalamnya sesuai dengan perintah-Nya dalam surah Yunus 101 itu mendapatkan petunjuk ke arah yang benar seperti tercantum dalam surah Fushshilat 53, Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka itu bahwa ia (al-Qur'an) adalah yang benar. Dalam awal uraian saya telah dikatakan bahwa penggalian konsep-konsep kosmologi dalam al-Qur'an merupakan pekerjaan yang tak kunjung henti. Memang begitulah karena sains akan terus berkembang dan akan senantiasa menemukan hal-hal yang baru yang dapat lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.
CATATAN
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang saya pergunakan untuk memilih kata-kata dalam penafsiran.
1. Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang alam yang di dalamnya terdapat bintang-bintang, galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena secara eksprimental dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan satu kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai ganti "ruang".
2. Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai kerak di atas magma. Maka saya condong mengartikan kata-kata ardh dengan istilah "materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan jagad-raya. Dan karena telah terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari yang satu menjadi yang lain, maka saya akan mencakup keduanya dalam istilah energi-materi.
3. Qalam, pena; karena orang dapat menulis sesuatu tak hanya dengan pena, misalnya dengan lidi-aren, dengan pangkal bulu, dengan bolpen, dengan vulpen, dengan kuas, dengan mesin ketik dan lain-lain sebagainya, maka saya condong untuk menggunakan istilah sarana tulis sebagai ganti "pena". Malahan saya lebih suka mengartikan sebagai "karya tulis".
4. Dukhan asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom yang belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom, bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk! Oleh karenanya, maka saya condong menggunakan istilah embunan, yang kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu sistem yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi (dalam kasus ini bertrilyun-trilyun derajat).
5. Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk di singgasana adalah syirik, saya condong untuk menafsirkan sebagai pemerintahan lengkap dengan sarana, aparatur dan peraturannya. Sebab jika kita mengatakan: itu keputusan Bina Graha, hal ini tidak berarti bahwa gedung itulah yang mengambil keputusan, melainkan pemerintah Indonesia yang bertindak. Karenanya, maka saya lebih suka mempergunakan kata kata "Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata arsy.
6. Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam itu air yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen belum dapat berbentuk, maka saya memilih maknanya sebagai zat alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi dan materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada yang kita dapat temui di dunia sekarang ini, maka penggunaan istilah "sop kosmos" sebagai keterangan melukiskan zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir pada suhu yang amat tinggi, tidaklah terlalu aneh.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home