Monday, October 30, 2006

Parodi satu Syawal 1427

"Lho kok sampeyan nggak puasa. Kenapa nggak digenapkan.?"
"Lho kok kenapa isteri sampeyan pergi sholat ied, sedangkan sampeyan pergi hari berikutnya?"
Malaikat bertanya dengan rasa ingin tahu. Kenapa ummat Islam, ummat dari Nabi Saw yang dimuliakan Allah bisa begitu.



Read More!

Ummat dipaksa membuat perbedaan.

Entah mengapa, perbedaan satu syawal di Indonesia ini, setelah untuk kesekian kalinya sejak aku kecil dulu sampai sekarang kerap terjadi. Tapi, baru tahun ini saya merasakan ketidakpuasan yang SANGAT dari perbedaan ini. Terlalu banyak sisiran kata yang menempatkan ummat harus mengerti akan perbedaan ini. Diberikanlah pelapis berupa : Perbedaan itu rahmat, toleransi dan saling mengerti. SATU SYAWAL 2007 nanti, boleh jadi kesombongan yang dilantunkan dengan ragam alasan oleh para petinggi agama untuk membuat perbedaan terjadi lagi. Rasanya sudah hampir dalam kurun waktu 40 tahun saya merasakan ketiadagunaan membuat perbedaan ini. Namun, yang mengesalkan adalah :

Terenggutnya kebersamaan dalam keluarga ketika takbir dan sholat Ied menjadi ritual yang tidak membangun kebersamaan dalam lingkup keluarga kecil kami.
Adanya kecenderungan saling membenarkan dengan dibungkus toleransi semu (catatan sebelumnya : Perbedaan satu syawal : Rahmatkah?).

Ada permintaan kepada ummat untuk mengerti perbedaan ini dan melakukan toleransi. Lho?, Ini benar-benar lucu dan ngaco. Kok ummat yang disuruh mengerti, bukannya para petinggi agama dan petinggi yang menetapkan 1 syawal itu yang mestinya mengerti apa yang diinginkan ummat, dibutuhkan ummat. Kok kita ini malah dimudaratkan begitu. Di sia-siakan oleh keangkuhan keyakinan dan perbedaan.

Makin tahun, aku merasa perbedaan ini adalah kesia-siaan.Berikut ini ada tulisan yang layak juga saya kutipkan, dan kebetulan baru saya baca :

Kampanyekan ''Bersama Berlebaran Bersama ''

Mari kita dukung Kampanye BERSAMA BERLEBARAN BERSAMA tahun ini dan
seterusnya.

Sehabis shalat Tarawih kemarin malam saya dihentikan oleh Fadli di serambi
masjid. Saya diajak duduk bersila bersama Uun dan Kang Ngalwi. Rupanya
mereka sudah mulai terlibat dalam suatu pembicaraan dan saya diminta
bergabung.

''Kang Ngalwi punya pertanyaan dan kita diminta menjawabnya,'' kata Fadli
setelah saya duduk. ''Katanya, kita ini hidup sekampung, seagama, sekitab
suci, senabi; tapi nanti kita akan berlebaran pada hari yang berbeda. Di
kampung ini sebagian akan berlebaran hari Senin, sebagian lagi hari Selasa.
Kenapa? Apakah ini nalar? Apakah ini patut?''

Saya tersenyum dan merasa naif. Tapi nanti dulu. Sekilas pertanyaan itu
memang terasa tidak bermutu, bahkan bodoh. Apalagi bagi mereka yang merasa
pakar di bidang agama. Oleh para alim, pertanyaan Kang Ngalwi pasti akan
digilas dengan jawaban: ''Sudahlah, pokoknya kita hormati keyakinan
masing-masing. Tahun ini, yang mau Lebaran hari Senin maupun Selasa, semua
baik-baik saja karena keduanya berpegang dengan keyakinan masing-masing, dan
keduanya punya dalil segudang untuk membenarkan keputusan yang mereka
ambil.''

Itulah kearifan tertinggi yang selama ini bisa dicapai oleh umat Islam.
Namun sebenarnya kearifan tertinggi itu masih menyisakan perasaan tidak
nyaman dalam kenyataan hidup sehari-hari, terutama di lapisan bawah.

Jadi pertanyaan Kang Ngalwi itu tidak mengada-ada, bahkan mungkin mewakili
perasaan umum masyarakat awam.

Jelasya, masyarakat awam merasa tidak nyaman bila ada Lebaran yang berbeda
hari.

Ya, bagaimana bisa nyaman (terasa konyol) ketika masjid di sebelah sudah
bertakbir dan masjid kita masih melakukan shalat Tarawih.

Bagaimana silaturahmi tidak menjadi janggal ketika kita sudah menyantap
gulai kambing, berpakaian bagus, bergembira ria karena hari Lebaran sudah
tiba tetapi tetangga masih berpuasa.

Bagaimana hati tidak terasa buntu ketika salaman kita belum bisa diterima
oleh teman yang Lebarannya baru besok hari.

''Lho, sampeyan ini diminta bergabung dengan harapan mau menjawab pertanyaan
Kang Ngalwi. Kok malah merenung,'' Fadli mengingatkan saya.

''Wah, jawaban saya pasti sudah kalian ketahui karena kita sama-sama sering
mendengar ceramah yang menyinggung masalah perbedaan hari Lebaran,'' jawab
saya.
''Baik. Kalau begitu saya ingin tanya. Kalau boleh memilih, sampeyan lebih
suka Lebaran bareng atau Lebaran sendiri-sendiri?'' kejar Fadli.

''Saya lebih suka Lebaran bareng.''
''Kenapa?''
''Rasanya, itu lebih patut, lebih enak. Bahkan andaikata Kanjeng Nabi masih
ada di tengah kita, saya yakin beliau tidak berkenan dengan Lebaran yang
tidak kompak ini.''

''Ya, betul. Jadi kenapa para alim yang memimpin umat tidak bisa kompak
dalam menentukan hari Lebaran?''

Terus terang saya malas menjawab pertanyaan ini sebab khawatir akan
ditertawakan oleh para alim. Maka saya senang ketika Uun mengambil alih dan
mencoba menjawab pertanyaan Fadli.

''Begini, Fad,'' kata Uun. ''Perbedaan keyakinan di antara para pemimpin
memang punya dasar berupa dalil-dalil. Yang jadi masalah, saya kira, adalah
sikap memutlakkan keyakinan masing-masing.''

''Memutlakkan bagaimana?''
''Memutlakkan, ya tidak bisa ditawar meski sikap itu melanggar ruh Islam
yang amat menjunjung tinggi kebersamaan. Dan membuat umat di bawah menjadi
tidak nyaman.''
''Tapi Kanjeng Nabi pernah bersabda, perbedaan di antara umat Islam adalah
rahmat.''
''Ah, kamu sendiri tahu, penerapan sabda itu tidak boleh sembarangan. Dan
saya sangat yakin Kanjeng Nabi merasa sedih dengan perbedaan hari Lebaran
ini.''
''Kalau begitu kamu punya gasasan apa?''

''Demi kemuliaan Kanjeng Nabi maka saya sampaikan gagasan ini. Tapi, Fad,
kamu jangan kaget: Mari kita putuskan jatuhnya hari Lebaran melalui
keputusan politik. Ada beberapa opsi yang ingin saya tawarkan, tapi saya
kemukakan satu saja yang paling sederhana.''
''Lebaran dengan keputusan politik?'' tanya Fadli dengan mata melebar. Terus
terang saya dan yang lain juga terkejut.

''Nah, betul kan, kalian kaget? Sebab kalian lupa Umar bin Khatab RA pernah
mengambil keputusan politik untuk mengatur suatu ritus ibadah, dalam hal ini
adalah shalat Tarawih. Bukankan shalat Tarawih berjamaah dan dilakukan
sebulan penuh merupakan pengaturan Umar bin Khatab? Apakah itu bukan
keputusan politik setelah Umar bin Khatab melihat umat Islam waktu itu
melaksanakan shalat Tarawih sendiri-sendiri sehingga di mata beliau kurang
enak dipandang?''

Kecuali Uun yang tertawa-tawa, selainnya jadi memasang wajah serius karena
merasa tersodok oleh pemikiran anak yang tidak lulus STAIN itu. Dan, masih
dengan tertawa-tawa, Uun melanjutkan omongannya.

''Bagaimana kalau umat Islam Indonesia dalam menentukan hari Lebaran kompak
saja makmum ke Makkah? Maka kita akan melaksanakan shalat Id bareng pada
hari yang sama dengan orang Makkah, hanya pelaksanaannya kita lebih cepat
empat jam. Jadi tak usah lagi ada orang yang mengaku paling jago dalam ilmu
hisab, atau paling jago dalam mengintip hilal. Dan yang penting kita jadi
lebih patut karena sebagai umat yang mengaku paling baik, bisa berlebaran
bareng.''

Uun mengakhiri omongannya dengan tertawa. Kami tak bisa berkomentar. Dan
Kang Ngalwi amat-sangat setuju. Tapi entah para alim karena Uun, itu tadi,
STAIN saja tidak tamat.

Redaksi Mualaf Center Online : Kami mengajak anda berkampanye Bersama
BerLebaran Bersama dengan mengirimkan topik ini ke Sepuluh Rekan Anda dengan
email, dengan harapan semoga Iedul Fitri tahun 1427 H ini tidak ada
perbedaan harinya. Jika dapat cc kan juga ke DPP Muhammadiyah dan DPP NU.

Tahun ini Alim Ulama NU ikhlas mengikuti keputusan Alim Ulama Muhammadiyah
dalam penentuan Iedul Fitri 1 Syawal, bergantian di tahun depan Alim Ulama
Muhammadiyah ikhlas mengikuti keputusan Alim Ulama NU dalam penentuan Iedul
Fitri 1 Syawal, karena toh dua-duanya mengklaim benar dalam penentuan 1
Syawal. Jika terjadi Hmmmm Indahnya Kebersamaan kata Aa Gym.

Resonansi Harian Republika tanggal 09 Oktober 2006

Read More!

Perbedaan Satu Syawal : Rahmatkah?.

Perbedaan membangun satu keutuhan. Bangunan tidak dibangun dari hanya genteng saja atau dinding-dinding saja. Semua perbedaan yang disatukan proposional akan membangun rahmat, menjadikan sesuatu yang kita sebut rumah. Jadi perbedaan itu memang rahmat. Di keluarga besarku, seperti kata para alim ulama itu, perbedaan itu rahmat. Hasil penetapan 1 syawal dalam dua versi di Tahun 2006 ini, telah memberikan (as a result) :
Kami tak lagi bersepakat (atau dalam bahasa mahasiswa : Sepakat untuk tidak sepakat) untuk melaksanakan sholat Ied bersama. Keluarga sebelah kanan memilih untuk melaksanakan Ied pada Tanggal 23 Oktober saja, keluarga sebelah atas memilih yang tanggal 24 Oktober saja. Sebagian keluarga atas bawah, Utara – Selatan malah lebih terpisah lagi suami mengikuti tanggal 23 Oktober sebagai 1 Syawal, isteri mengikutinya tanggal 24 Oktober. Anak-anak tidak perduli, ikut ibu oke, ikut bapakpun jadilah. Bagaimana ramainya.

Namun silang pendapat atau debatable terjadi juga. Kira-kira yang ditangkap dalam 3 hari terkakhir ini di keluarga besar kami antara lain :

1. Pokokke Arab Saudi saja sudah menetapkan 1 Syawal 1427 itu tanggal 23 Oktober, jadi so pasti Muhammadiyah benar. Iran dan Mesir sih Tanggal 24 Oktober 2006. Kali saja itu karena soal Syiah dan Sunni. Arab Saudi sendiri melaksanakan 1 Ramadhan hari Sabtu, sedangkan Indonesia pada hari Minggu. Nggak mungkinlah Arab Saudi lebaran 24 Oktober, karena ini artinya puasanya jadi 31 hari. Wallahu’ alam.

2. Yang laporan di TV itu kan yang nggak lihat hilal banyak disebutkan Sudin daerah ini, Sudin itu…… Itukan dari Depag. Tahu sendirilah, Depag itu gudangnya koruptor. Tahu nggak, dana Abadi Ummat saja di korupsi (?). Tahu nggak, berapa biaya naik haji dan fasilitas haji yang di Malaysia dan yang di Indonesia. Ini mungkin wasangka, tapi kan faktanya begitu… dst.

3. Kalau saya sih, tadi malam sudah dengar orang bertakbir dan banyak lagi. Berarti satu Syawal esok hari. Saya nggak ikut Muhammadiyah atau NU, tapi kalau sudah ada takbir, ya jangan berpuasa.

4. Yah… kalau Muhammadiyah benar saya ikut yang benar saja. Kalau salah, ya puasa lagi aja satu hari. Kan puasa di hari Ied hukumnya haram.

5. Dasar Pemerintah kampungan, boro-boro lihat hilal. Pesawat mau mendarat saja kagak bisa. Kebakaran hutankan dimana-mana. Mana mungkin bisa melihat hilal. Ada-ada saja.

6. Bisa juga penetapan Ied yang berbeda itu permintaan para bisnisman. Kan dua hari itu bisa membuat pengeluaran untuk belanja harus nambah. Ini pasti ulah mereka.

7. Ini sudah jamannya teknologi. Kalo rukyat itu sudah tidak layak dipakai lagi. Hisab saja. Hitungannya pasti teliti. Posisinya akan bisa dihitung dengan sangat teliti, jadi kita ikut Muhammadiyah dong….

8. Ikuti ulil amri di antara kamu. Itu ada hadits dan ayatnya. Serahkan pada mereka untuk memutuskan. Jangan jalan sendiri-sendiri. Kalau semua memutuskan sendiri dan tidak mau bersatu pendapat, ummat mau dikemanain…..

9. Di Indonesia bagian barat, hilal sudah ada. Di timur Indonesia belum. Jadi demi ukhuwah islamiyah, kesatuan gitu… tunggu sampai seluruh hilal ada di seluruh bagian Indonesia. Ini namanya kompak.

10. Waduh, jangan besok ya (tanggal 23 Oktober 2006). Masalahnya opor dan ketupat belum dimasak…..

11. Kalau menurut keyakinan saya, Muhammadiyah benar, jadi saya ikut Muhammadiyah saja.

12. Semua memang menggunakan ilmu PK4 (Pa Keukeuh Keukeuh = Saling Ngotot). Jadi beginilah jadinya. Dua-duanya tidak bisa duduk bersama, semua JAIM (jaga image).



Akhirnya, hari kemenangan itu tiba juga. Dengan segala perbedaan yang terjadi di keluarga kami. SMS dari hand phone yang nyaris dimiliki oleh semua anggota keluarga dewasa saling bersahut-sahutan berbunyi. Balas membalas dari berbagai tempat. Kami memang tidak merayakan pada hari yang sama. Kami tetap berbahagia juga setelah sebulan bertaraweh, berusaha tawa’du, bersilahturahmi. Perbedaan yang dimunculkan oleh para pemuka agama dan Pemerintah dari segala sisinya tidak membuat wajah kami kusam karena perbedaan itu. Kita harus saling memahami perbedaan itu (padahal kami sih tidak mengerti mengapa harus terjadi perbedaan ini). Tidak harus terputus kan silaturahmi hanya karena ulah para jagoan-jagoan agama itu untuk membuat perbedaan di satu Syawal itu. Tidak harus kesalkan kalau para jawara agama itu memperebutkan hilal di berbagai wilayah dan saling meyakini kebenaran masing-masing. Semua perbedaan itu kan rahmat.

Tapi jujur saja, rasanya sejak aku kecil, perbedaan itu sudah ada dan menjemukan. Ada sesuatu yang hilang dari keluarga besar kami, karena perbedaan itu telah membuat kami sedikit merasa kehilangan nilai kebersamaan. Kehilangan waktu karena perbedaan itu membuat kami tidak bisa melangkahkan kaki bersama ke lapangan tempat sholat Ied akan dilaksanakan. Juga dengan sebagian tetangga sekampung.

Ini kah rahmat itu?. Ini kah yang diharapkan para ulama dan umara di negeri ini?. Apakah 1 Syawal 2007, para pengambil keputusan untuk ummat itu akan semakin berbahagia melihat ummatnya dalam satuan-satuan terkecil keluarga dalam masyarakatnya kehilangan satu kebahagiaan bersama lagi yang kedatangan Ramadhannya selalu dirindukan untuk bersua lagi?.

Read More!

Sunday, October 08, 2006

Kiamat itu bukan "hari kiamat"

Memahami istilah atau bahasa dari negeri lain menjadi penting agar kita tidak kehilangan makna atau arti sebenarnya dari kalimat atau kata yang dimaksud. Misalnya kata "kiamat". Saya memahaminya sebagai hari "the end of the world", hari kehancuran. Belakangan, karena para ulama dan ustad-ustad kian bertebaran menyebar informasi, baru tahu, bahwa kiamat itu hari kebangkitan. Hari dimana manusia dibangkitkan kembali untuk masuk ke pengadilan Allah Subhanawata'ala. Kalau hari penghancuran itu sendiri, dalam kitabnya orang Islam dikenal sebagai "saqar". Juga pengertian mabrurdalam ceramah tadi malam (9 Okt 06), Quraish Shihab menjelaskan bahwa dan seterusnya arti mabrur itu "melaksanakan". Ikhlas, artinya tunduk dan patuh, fitnah itu menyiksa. Jadi memahami fitnah lebih jahat dari pembunuhan bukan berarti membohong lebih kejam dari membunuh. Istilah-istilah itu memang menjadi sangat penting. Saya heran dan menyesalkan juga, mengapa kita begitu banyak menyerap dari bahasa al Qur'an ke dalam bahasa kita kemudian menjadi bahasa sehari-hari. Tapi, lalai untuk melakukan analisis dan penjagaan bahasa agar tidak keluar dari rel yang dimaksudkan dalam bahasa induknya. Boleh jadi, para pembaca penerjemahan bahasa Al Qur'an ke dalam bahasa Indonesia menjadi terkecoh oleh pengertian-pengertian bahasanya karena tidak memahami bahasa aslinya. Termasuk tentunya saya, karena tidak mengerti bahasa aslinya, maka pemahaman yang terserap juga, boleh jadi tidak selempeng apa yang sesungguhnya dipahami oleh yang mengerti bahasa aslinya. Dan, tentu masih banyak kata lain yang diserap oleh bahasa Indonesia yang jalinan pemahaman kemudiannya menjadi berbeda dengan aslinya. Baru kemudian saya sadari, memang diperlukan upaya menjaga tak habis-habis keaslian suatu naskah sehingga tidak menyalin dari salinan ke salinan yang akan semakin memisahkan dengan "tuntutan" yang "sesungguhnya" dimaui oleh penulisnya. Saya sedikit memahami, mengapa Allah menurunkan dalam bahasa Arab dan menjaga kehadiran Al Qur'an seperti itu sejak pertama kali dibukukan...

Read More!

Thursday, October 05, 2006

Teori Evolusi — Kegalauan Ilmu terhadap agama 4 - Komentar

Bagian 1 dan 2, memang saya letakan pada kelompok sains, sedang bagian ketiga di Inreligion. Pertimbangan saya hanya karena pembahasan lebih ke arah ke keimanan. Bagian ke empat adalah komentar yang disampaikan oleh Rekan ElZach yang menurut pertimbangan kami, dapat disampaikan dalam satu bagian tersendiri, menjadi bagian dari rangkaian pandangan terhadap pengajaran evolusi dan tentang teori evolusi.
Terimakasih rekan atas kesediaannya membangun pencerahan.
7 Komentar »
1. Assalamualaikum Wr Wb.
Sebagai orang beriman, tentu kita sangat yakin akan keMahaKuasaan Allah SWT,
Dialah Allah yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta dan kehidupan ini,
jika dia berkehendak, maka Dia akan dengan mudah menciptakan segala sesuatu dengan tiba-tiba, tapi menciptakan sesuatu dengan proses juga hal yang sangat mudah bagi-Nya.
Tetapi kita sungguh sangat bersyukur, ketika Dia mengajarkan kepada kita tentang suatu proses, bahwa sifat manusia yg terburu-buru itu tidak lah baik, karena akan menjerumuskan dia kepada kesalahan-kesalahan yang fatal misal ingin kaya tiba-tiba tanpa bekerja, ingin cepat dikabulkan begitu selesai berdoa, ingin cepat sembuh begitu diobati saat sakit, ingin cepat membunuh disaat marah, ingin cepat memutuskan sesutau padahal tanpa pemikiran panjang terlebih dulu.
Allah mengajarkan kita, bahwa alam semesta pun diciptakan melalui proses (6 periode) dan keberadaan “proses” itulah hal yang benar dan wajar, belajar juga melalui proses, pemahaman melalui proses, mengunyah makanan melalui proses, hidayah melalui proses, perjuangan menegakkan kebenaran melalui proses, menuju surga melalui proses.
saat khamar diharamkan juga melalui proses, saat awalnya dilarang saat menjelang sholat, sehingga kemudian manusia tersadar bahwa dgn minum khamar dia bisa melakukan pembunuhan tanpa sadar atau membaca bacaan ibadah dengan sangat keliru. Jika tiba-tiba khamar dilarang maka dikhawatirkan manusia tdk akan mengerti dengan mendalam mengapa khamar dilarang.
dengan “pelajaran proses” itulah kita diajarkan tentang segala sesuatu, justru kalo kita menghadapi penciptaan yang mendadak, tak ada pelajaran dan ilmu pengetahuan apapun yang dapat kita mengerti, kita hanya akan menjadi mahluk yg tdk berpikir krn tdk diberi kesempatan berpikir. Pada akhirnya setelah kita terbiasa belajar dan belajar, kita akan semakin memahami betapa Allah Maha Besar, Maha Bijaksana, dan maha Kuasa atas segala. sesuatu. Comment by El Zach — September 29, 2006 @ 2:55 am
2. Ass Wr Wb. Rekan ElZach. Terimakasih atas pencerahannya. Dalam proses itu, banyak hal yang mungkin tak akan terjangkau oleh manusia apalagi “mungkin” ketika sedang bersentuhan dengan perbatasan antara wujud dan yang tak wujud. Kita memang, dan terlebih saya inginlebih memahami seperti yang rekan sampaikan pada baris terakhir komentar. wass, agor .Comment by agorsiloku — September 30, 2006
3. Assalamualaikum Wr. Wb.
Kita manusia hanya mampu belajar apa yang nampak oleh indera kita yg sangat terbatas ini, sungguhpun hal yg tak terlihat indera kita jauh dan sangat jauh lebih besar dari yg tercapai oleh indera kita,
Banyak sekali hal gaib yang tdk bisa kita lihat langsung dengan indera kita. Janganlah karena kita tidak bisa melihat gelombang radio, maka dengan sombong kita mengatakan bahwa gelombang radio itu bohong besar.
Kita jelas tak bisa melihat gelombang radio, tapi krn kita diajarkan untuk mempelajari proses, akhirnya sekarang kita mampu mengolah gelombang radio meski butuh waktu beribu tahun. Demikianlah kita tdk hanya diberi 5 indera, tapi juga akal yang sehat.
Dalam teori evolusi, manusia termasuk mamalia ordo primata, jadi kita dianggap sekerabatan dengan mahluk modern evolusi seperti sapi atau lebih dekat dengan kera.
Demikianlah kita mempelajari segala apa yang dapat terlihat/terdeteksi oleh indera kita. tetapi kemudian yg jadi pertanyaan besar,
1. dari step/link mana manusia berasal?
2. mengapa hanya manusia saja yg berakal budi budaya tinggi di muka Bumi?
3. mengapa dari genus-spesies-ordo mahluk lain tdk ada yg berakal, padahal jika evolusi itu berjalan semestinya maka pasti ada mahluk lain selain manusia dari dunia binatang yg berakal budaya dan berbicara seperti manusia.
(di dalam Al Qur’an telah disebutkan, karena manusialah yang dijadikan kalifah di bumi).
Bagaimana jika harimau, gajah, hiu dan binatang buas lain berakal cerdas seperti manusia? jika itu terjadi maka manusia tak akan pernah bisa jadi kalifah di Bumi. Padahal kemungkinan seperti itu pasti terjadi jika evolusi benar-benar terjadi pada semua mahluk hidup termasuk manusia.
4. mengapa semua manusia di dunia memiliki jenis darah yang dapat saling dipertukarkan, dan tidak dapat ditukar dengan hewan? seolah kita ini merupakan satu keturunan dari satu ibu bapak, andaikata manusia berasal dari berbagai primata, maka jenis manusia akan banyak sekali dan darah masing -masing suku-bangsa tdk dapat saling dipertukarkan, bahkan mungkin bentuknya pun beraneka ragam, misal berekor, bertanduk, berbulu, berhidung panjang sprt ajah,dsb..dsb.
(Al Qur’an telah mengajarkan, kita berasal dari sepasang manusia, yaitu Adam dan Hawa)
Sebagai org beriman, kita meyakini KeMahaKuasaan Allah, dengan demikian, entah manusia itu diciptakan dari keturunan primata ataupun dicipta langsung, adalah sangat mudah bagi Allah, sama sekali tdk mengusik keMahaKuasaan Allah sebagai Tuhan.
Istilah keren-nya sebuah software tidak harus berasal dari copy atau pengembangan software yang sudah tercipta, asalkan programernya masih bisa membuat software maka sang programer bisa membuat software yg mirip dgn software lama tapi modifikasi sana-sini. Nah bukankah genetic kita ini juga merupakan semacam sebuah program?. adalah mudah bagi programer membuat software yg baru sebagaimana dia membuat software yg lama.
Di dalam al Qur’an kita manusia ini telah ditinggikan derajatnya sebagai kalifah dimuka bumi, meski tubuh kita sama dengan binatang, tetapi kemudian kebanyakan manusia jatuh ke derajat yang sangat hina melebihi hewan ternak karena kafir kepada Allah. Tidak ada seekor hewanpun (selain manusia) yang kafir kepada Tuhannya.
Tak ada yang bisa menjawab semua keanehan itu selain Al Qur’an dan iman,krn itu kita sangat bersyukur Allah mengenalkan kepada kita pengetahuan dan kebenaran yg tak terjangkau oleh indera kita sebagai contoh, anak kita bertanya, “ayah, benarkah Tuhan itu ada? dan apa buktinya Allah itu Esa? mampukah anda menjawab, padahal semua jawaban itu ada di dalam Al Qur’an, step by step dengan jelas sekali, saya insya Allah bisa tulis itu jika ada yg inginkan.
Dan pengetahuan mendalam tentang Islam itu sangatlah penting demi keselamatan diri kita dan keluarga serta anak turun kita di dunia hingga akhirat.
Wassalamualaikum Wr Wb
Comment by El Zach — October 2, 2006 @ 6:32 am
4. Assalamualaikum Wr Wb.
Atas komentar saya diatas, jika ada benarnya, Kebenaran itu datangnya dari Allah, jika ada kesalahan, itu adalah kesalahan saya pribadi sebagai hamba Allah yang lemah.
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum wr wb.
Comment by El Zach — October 2, 2006
5. Assalamualaikum Wr Wb.
Atas komentar saya tersebut diatas, jika ada benarnya, Kebenaran itu datangnya dari Allah, jika ada kesalahan, itu adalah kesalahan saya pribadi sebagai hamba Allah yang lemah.
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum wr wb.
Comment by El Zach — October 2, 2006 @ 7:52 am
6. Rekan El Zach ysh, terimakasih atas ulasannya. Ulasan rekan bernas dan jelas. Teori evolusi yang kemudian menyimpulkan bahwa “mahluk hidup tingkat rendah” menjadi “mahluk hidup tingkat tinggi” menempatkan manusia sebagai turunan hewan. Hanya keimanan yang menolak itu, ilmu dan pengetahuan memiliki kewarasan menolak. Tapi itu tidak mau dilakukan banyak ilmuwan karena harus menempatkan Sang Maha Pencipta dalam dialektika ilmu. Oleh karena itu, selalu menjadi pertanyaan dari sebagian pendidik, terutama di negeri yang memperhatikan iman (baik di Barat maupun di Timur), apakah teori evolusi harus disampaikan di kelas. Saya sendiri berpendapat, sebaiknya tetap disampaikan, tapi sanggahannya juga disampaikan sehingga siswa dapat lebih mengelaborasi kemampuan berpikir rasional dan akal budinya. Salam agor.
Tambahan :
“….mampukah anda menjawab, padahal semua jawaban itu ada di dalam Al Qur’an, step by step dengan jelas sekali, saya insya Allah bisa tulis itu jika ada yg inginkan….El Zach “–> Tentu, senang sekali jika saya bisa mendapatkannya. Wass, agor .Comment by agorsiloku — October 3, 2006 @ 7:57 am
7. Assalamualaikum wr. wb.
Hal yang paling penting yang harus disampaikan oleh kita kepada anak didik adalah konsep mendasar bahwa ilmu pengetahuan manusia sifatnya nisbi/ relative karena indera kita ini sangat terbatas, manusia bukanlah Tuhan yang Maha Kuasa, ilmu pengetahuan manusia berjalan seiring dengan proses belajar manusia, sehingga “pengetahuan alam” manusia selalu berubah sepanjang jaman.
Apa yg diyakini benar menurut manusia sekarang, mungkin akan dinilai terlalu naif atau ’salah’ sama sekali oleh manusia yang akan datang. Contoh misalnya dahulu ada umat manusia percaya bahwa bumi itu datar/bukan bulat dan tentu hal itu salah dimata manusia jaman sekarang. Perlu pula dijelaskan, banyak hal kebenaran yang baru terungkap sedikit demi sedikit setelah manusia memilki teknology tinggi, seperti misalnya : lebah, air laut yg terpisah, cahaya bulan, peredaran benda-benda angkasa, sifat2 air, siklus energy, gelombang radio, atom, dsb yg semuanya ada didalam Al Qur’an. Karenanya sungguh tidak pantas jika manusia menyombongkan diri bahwa dirinya telah benar segalanya sehingga menentang kebenaran agama Islam. Dengan peletakan konsep dasar yang sedemikian itu, ilmu apapun yang kita berikan, termasuk pelajaran evolusi tidak akan mempengaruhi keimanan anak didik kita.
Saya sendiri sempat belajar mendalami evolusi ini dan juga ajaran2 keyakinan lain, yg kemudian justru menambah keyakinan saya terhadap kebenaran Islam ini.
Sifat manusia yg haus ilmu pengetahuan seringkali menyangkal apa yg secara tidak nyata terlihat oleh inderanya, dan baru percaya setelah mempelajari secara mendalam sehingga bukti fisik dapt dilihat, misalnya gelombang radio yg tidak terlihat oleh manusia, itu wajar saja. Saya sendiri sering mengalami hal Gaib sejak kecil, yang sulit diterima logika biasa, tetapi tentu hal itu walaupun nyata terjadi akan sulit dipercaya orang lain karena memang org lain tidak mengalaminya, tapi dengan keyakinan bahwa Allah Maha Kuasa, maka hal-hal semacam itu tidak lagi menjadi suatu yg luar biasa yang bisa merusak keimanan.
Coba bayangkan, jangankan bingung dengan manusia ini termasuk binatang atau tidak, andaikata anda bertemu mahluk hidup yang sama sekali tidak logis dipandang dari sudut ilmu biology manusia tetapi nyata ada, tentu kita akan terperanjat, dan kemudian mungkin buru-buru mengkoreksi kembali teory evolusi atau ilmu biology yang ada secara membingungkan.
Manusia tidak akan sanggup secara mental untuk menerima beban apa yang diluar kemampuannya, untuk itulah dengan kasih sayang Alah kita dapat mempelajari segala sesuatu proses yang terjadi secara wajar, dan kita dapat hidup secara wajar sesuai hitungan-hitungan matematis normal, misal: jika makan akan kenyang, jika bekerja akan dapat upah, jika menyimpan uang di saku maka uang tersebut akan tetap disaku dsb dsb.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Read More!